Modul Kuliah : Kuliah
Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah
Tauhid
Judul Materi : Pentingkah
Dunia?
Seri Materi : Seri 20 dari
41 seri/esai
File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak
Pentingkah Dunia?
Banyak sekali perumpamaan tentang dunia di dalam al Qur'an.
Hebatnya, sangat fair Allah mengajarkan kita tentang dunia-Nya. Ga apa-apa kita
mencari dunia, asal kita ga melupakan Allah. Sayang, kebanyakan manusia tidak
punya tauhid yang bagus. Pas ga ada dunia di kakinya, dia nangisnangis minta
sama Allah. Begitu ada, Allah dilupakan. Ada yang lurus-lurus saja ketika ga
megang harta. Begitu punya harta, berubah. Berubah sombong, berubah lalai,
berubah "nafsi-nafsi"/hidup sendiri-sendiri, dan kelewat sibuk sampe
lupa sama Allah `azza wa jalla.
Sementara itu, tidak sedikit juga yang kemudian tetap
selamet dan menjadikan "memiliki" dunia sebagai keutamaan yang
menambah iman dan kesalehan. Tentu saja kita kepengen seperti yang disebut
terakhir ini. Punya dunia, tetap saleh. Malah bertambah saleh. Punya dunia,
bertambah tawadhu'. Punya dunia, tapi bertambah-tambah kebaikannya. Punya
dunia, bertambah-tambah takutnya sama Allah. Entahlah, saya yang muda ini masih
menganggap, jadilah orang-orang yang terdepan dalam dunia dan akhirat, ga boleh
timpang salah satunya. Namun segitunya saya berprinsip ini, saya pun mengamini
agar diri kita siap saja dulu. Daripada kemudian berubah menjadi liar setelah
memegang dunia.
Ok, mudah-mudahan selingan esai-esai di 2 kuliah kemaren,
sudah cukup menjawab beberapa pertanyaan yang dialamatkan ke saya. Berikut ini
kita lanjutkan esai-esai yang masih berkelanjutan dengan soal-soal tauhid yang
dilekatkan/dikaitkan dengan shalat. Bagi saya, ini juga persiapan memegang
dunia tapi mengendalikannya, bukan dikendalikan dunia. Betapapun, menjadi
muslim yang kuat, yang berhasil, yang banyak manfaatnya, lebih disukai Allah
ketimbang muslim yang kemudian menjadi beban bagi orang lain dan minim manfaat
gara-gara ketidakberdayaan SDM dan ekonominya.
***
Tidak Sadar
(+) Tambah sibuk ya...?
(-) Alhamdulillah... Begitulah.
(+) Sudah berapa cabang sekarang ini...?
(-) Baru empat cabang. Saya jadi lumayan sibuk muter
antar-cabang.
(+) Wah, subhaanallaah ya.
(-) Iya, subhaanallaah... Alhamdulillah.
***
Peserta KuliahOnline, sepintas tidak ada masalah ya dengan
dialog di atas. Malah kayaknya dialog di atas terjadi di antara dua sahabat di
mana salah satunya adalah pengusaha soleh yang sukses. Tidak nampak di
antaranya ada penyakit. Setidaknya dilihat dari jawaban-jawabannya yang banyak
mengucapkan puji-pujian kepada Allah; Subhaanallah dan alhamdulillaah.
Benarkah demikian? Belum tentu. Saya sering memancing dengan
kalimat pertanyaan tersebut ke kawan-kawan. Kemudian, setelah dapat jawabannya,
saya ajukan lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya, yang kemudian kami sama-sama
merenung jadinya.
(+) Shalatnya bagaimana...? (Kebetulan saya yang nanya, jadi orang kebanyakan ga tersinggung.
Apalagi dengan posisi saya yang katanya "ustadz". Maka pertanyaan itu
adalah pertanyaan yang dianggap wajar oleh kebanyakan orang. Maka jawaban yang
jujur yang didapat dari dia, kelak yang akan membuka tabir apakah sesungguhnya
yang sedang terjadi. Benarkah kemajuannya itu nikmat, ataukah justru azab?)