Modul Kuliah : Kuliah
Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah
Tauhid
Judul Materi : Romantisme
Bertauhid
Seri Materi : Seri 13
dari 41 seri/esai
File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak
Pesantren Online
Pagi ini, tanggal 6 September 2008 saya diundang menjadi
tamu dalam acara Apa Khabar Indonesia edisi akhir pekan. Tema nya: Pesantren
Kilat. Oleh bagian produksi saya diminta untuk menyinggung soal KuliahOnline.
Apa kesibukan Ustadz di bulan Ramadhan ini? Tanya pembawa
acaranya. Saya jawab, bahwa salah satu kesibukan saya adalah menggawangi
Pesantren Online.
Entahlah, tapi sebutan ini langsung direspon oleh pemirsa
yang melihat. Bagaimana dengan Peserta semua? Berkenan memberi tanggapan?
Tapi saya berusaha tetap konsisten. Saya berusaha menggiring
peserta untuk hanya melihat, dan mengikuti sesi Kuliah Tauhid ini saja dulu.
Sebutan Pesantren Online ini sungguh menggoda. Insya Allah kita akan coba
buatkan tim khusus yang merriset dan kemudian merilis Pesantren Online ini. Dan
rasanya, tidak perlu dikaitkan dengan momen Ramadhan saja. Artinya, biar saja
ide Pesantren Online ini terus kemudian bergulir hingga ia menjadi mirip
seperti pesantren pada umumnya, hanya bedanya ia bersifat maya.
***
Supir Saya
Kita tidak mengenal Allah. Itu yang menyebabkan kita tidak menyambut
kedatanganNya. tidak di shalat fardhu, dan lebih tidak lagi di shalat tahajjud.
Beruntunglah orang-orang yang tahu bahwa Allah itu selalu datang. Datang dengan
segala karunia-Nya, datang dengan segala pertolongan-Nya.
Untuk kemudahan berkendaraan, Allah karuniakan saya supir.
Saya tidak menganggap supir saya ini lebih rendah dari saya. Malah saya
seringkali membesarkan hatinya, bahwa kemana saya ceramah, maka dia dapet juga
pahala kebaikannya. Asal dia mau membaca basmallah dan berdoa agar amalan
ceramah saya, pun ia dapatkan.
Namun, ketika saya tidak mendapati supir saya tepat waktu,
tidak kurang saya pun suka terbersit rasa kesal. "Bagaimana sih? Udah tahu
mau jalan, koq malah ga ada?" begitu saya berpikir.
Di satu waktu, saya memberitahu supir saya, agar dia standby
langsung di depan lobi satu tempat, sebab sudah akan jalan lagi ke tempat yang
lain. Dan saya sudah wanti-wanti dengan sangat. Yang demikian itu, agar tidak
jadi hambatan bagi perjalanan saya. Tapi rupanya dia tidak mengindahkan. Begitu
saya keluar, dia tidak ada. Begitu saya telpon, katanya sedang ngantar saudara
saya ke depan jalan utama, mencari taksi. Saya marah, namun, bersabar rasanya
lebih baik. Karena saya tidak bisa menunggu lebih lama, saya bilang sama dia,
saya naik taksi saja juga dah. Dan dia saya suruh pulang. Ada suara bersalah di
ujung seberang HP sana. Namun saya tidak mau berlama-lama lagi. Saya tutup
telponnya dan saya segera mencari taxi. Sebelum taxi yang saya pesan, sampe,
supir saya sudah datang dan meminta maaf.
Sekarang saya sadar, bahwa selama ini saya sering
mengecewakan Allah, Tuhan saya yang sudah demikian baik kepada saya, kepada
keluarga saya, kepada semua manusia. Dan sekarang saya membiarkan Allah
menunggu saya...
Saya tidak dapat membayangkan, andai yang mengucapkan
kalimat: "Tunggu ya Pak!", adalah supir saya. Ya, ketika saya perlu
dia, dia lalu mengatakan itu. Lebih konyol lagi kalo dia bilang, Pak, kalo ga
sabar, silahkan saja naik taxi ya. Saya makan dulu... (???!!!). Wuih, saya
tidak dapat membayangkan, apa yang saya akan lakukan terhadap supir saya itu.
Lebih lagi saya tidak mampu membayangkan jika saya lah yang
menjadi supir buat majikan saya. Saya harus selalu standby buat majikan saya.
Lalu kenapa kita tidak pernah siap siaga untuk Allah, Tuhan kita?
Disebut siap siaga bila kita selalu stel panca indera kita.
Kita, menjadi weker, atau alarm, untuk diri kita sendiri. Selalu waspada setiap
waktu shalat datang. Syukur-syukur bila kita mau menjaga wudhu kita. Jadi, ga
perlu mengantri ketika saat shalat datang. Makin cepat kita datang kepada
Allah, rasanya hidup kita akan didahulukan ketimbang orang-orang yang selalu
telat datangnya. Makin kita bergegas menuju Allah, menyambut Allah, doa-doa
kita pun akan semakin cepat dikabul, masalah-masalah kalau datang cepat
selesainya, hajat kalau ada bisa Allah segerakan pencapaiannya. Tapi apa boleh
buat. Selama ini kita menyadari bahwa sama yang namanya shalat, kita jarang
mementingkannya.
***
Romantisme Bertauhid
Allah, Yang Maha Perkasa, selalu mendatangi kita. Disambut tidak
disambut, dilayani tidak dilayani, dengan Kasih Sayang-Nya, DIA selalu hadir di
kehidupan kita. Lantaran tidak mengenal-Nya, kita lalu menjadi manusia-manusia
yang kehilangan momen berharga bertemu dengan Pemilik Dunia ini. Subhaanallaah.
Masih seputar supir saya, alangkah manisnya bila kemudian
ketika saya keluar dari satu tempat, dia sudah standby dengan mobil yang AC nya
sudah dingin menyebar ke seluruh kabin mobil. Lebih lega lagi saya kalau
kemudian mobil itu bersih luar dalem dan wangi. Tambah bangga saya, kalau
kemudian ia turun dari mobilnya, lalu dengan sopannya membukakan pintu mobil untuk
saya.
Saya seperti raja, he he he. Tapi ya, sehari-hari saya tidak
demikian. Ini kan cerita "alangkah manisnya". Bukan yang sebenarnya.
Tapi logika ini mau dipakai untuk menunjukkan kesiapan kita dan kesopanan kita
terhadap Allah. Ternyata, jauh sekali dari yang semestinya.
Mestinya, jangan Allah yang menunggu kita. Tapi kita yang
menyambut kedatangan Allah. Kita sudah siap siaga sebelum datangnya waktu
shalat. Kita sudah siap siaga sebelum muadzdzin mengumandangkan azannya.
Bagi yang mengingat masa-masa pergi haji atau umrahnya, koq
bisa ya kalo di tanah suci kita melangkahkan kaki kita ke masjid, jauh sebelum
azan? Bahkan ada yang tidak beranjak dari masjidil haram atau masjidin nabawi,
memilih untuk menunggu datangnya waktu shalat yang lain.
Coba diprogram hidup kita, dengan menyetel ulang jadwal
ibadah kita. Mari kita sambut Allah. Jangan biarkan lagi kita yang ditunggu
Allah.
Syukur-syukur kita mau menyambut Allah dengan pakaian yang
lebih bagus ketimbang kita menemui manusia. Kalaupun tidak, siapkan wewangian
khusus untuk menyambut Allah yang kita pakai hanya ketika menghadap-Nya. Kita
kemudian tegakkan shalat-shalat sunnah. Kita datang sebelum waktu azan... Duh,
indahnya...
Saya kadang suka iseng membayangkan, Allah turun dengan
Malaikat-Malaikat PengiringNya. Allah memasuki masjid dengan Anggun-Nya, penuh
Wibawa, penuh Pesona. Lalu saya menoleh ketika Allah datang, lantaran saya
sudah di dalam masjid duluan. Lalu Allah tersenyum kepada saya dan saya
katakan, saya sudah di sini ya Allah. Saya sudah di sini.
Begitulah. Asli. Candaan iseng, bayangan iseng ini, senang
sekali saya bayangkan. Sehingga hati ini senang betul mengambil air wudhu untuk
tajdiidul wudhu (memperbaharui wudhu). Saya ingin Pencipta saya senang bahwa
saya betul-betul mengabdi pada-Nya. Saya belum mampu mengabdi banyak, ya dengan
cara beginilah dulu. Tampil di muka ketika shalat. Subhaanallaah.
Begitu pun ketika masa shalat tahajjud. Ketika saya terbangun,
saya bayangkan bahwa Allah yang membangunkan saya. DIA berada di samping saya,
dan membangunkan saya dengan penuh Kelembutan dan Kasih Sayang-Nya. Masya
Allah. Bertentangan tentu memvisualkan hal-hal seperti ini. Tapi inilah saya. Romantisme bertauhid dengan Allah menjadi
sangat nyata buat saya.
Ketika saya pedengerkan keluhan saya, saya bercerita kepada
yang melebihi sahabat dekat saya. Saya perdengarkan keluhan-keluhan saya
tentang kejadian-kejadian hidup yang saya lewati, detail, pelan-pelan. Pakai
bahasa sehari-hari dengan tetap memperhatikan kesantunan, adab, kesopanan
layaknya saya bicara dengan Tuhan Pemilik Alam ini. Tapi ya itu, visualisasi
bahwa saya sedang bercengkrama dengan-Nya, saya usahakan betul, agar Allah
hadir di hati saya.
Dalam suasana sentimentil, misalnya sedang marah, sedang
kecewa, sedang sangat senang, atau sedang sangat sedih, biasanya manusia
sanggup bercengkerama dengan Allah. Rahasianya barangkali karena hatinya
dihadirkan untuk berdioalog dengan Allah. Semoga kita bisa senantiasa menyambut
Allah dan bermesra-mesraan dengan-Nya. Kendalikan perasaan dengan
memprogramnya. Sehingga kapanpun, romantisme bertauhid bisa senantiasa kita
rasakan. Kepada-Nya lah semua urusan dikembalikan. Kita berdoa terus agar Allah
berkenan memperkenalkan diri-Nya kepada kita dan kita bisa mengenal-Nya. Amin.
No comments:
Post a Comment