Modul Kuliah : Kuliah Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah Tauhid
Judul Materi : Tauhid Yang Menggerakkan Iman
Yang Menggerakkan Bergerak Menuju Allah
Yang Menggerakkan Bergerak Menuju Allah
Seri Materi : Seri 08 dari 41 seri/esai
File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak
Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma".
banyak
yang mau berubah,
tapi memilih jalan mundur
Dalam
Kuliah Tauhid ini saya mengajak peserta KuliahOnline untuk segera bangun menuju
Allah. Benahin apa yang bisa dibenahin. Ada yang bertanya, waduh saya ga ngerti
apa-apa nih? Dosa melulu, ga paham ngaji, ga paham ibadah. Ga apa-apa. Jalan
saja. Pergi saja ke Allah. Sebisanya. Artinya ya mulai saja shalat
seshalat-shalatnya, sepuasa-puasanya, sengajingajinya. Insya Allah ketika kanal
materi selain esai Kuliah Tauhid ini dibuka, itu sama saja dengan pembekalan
akan dibekali saban hari. Dan insya Allah ragam kuliah akan membuat lengkap
bekal berjalan menuju Allah.
Bergerak.
Artinya berjalan menuju Allah. Berusaha membenahi ibadah. Buat peserta
KuliahOnline yang saat ini jaya, sehat, keluarganya utuh, rizkinya banyak,
inilah saat-saat terbaik menabung sebanyak-banyaknya amal. Ibarat orang
menabung, nabung terus. Saatnya memakai tuh uang yang ditabung, tinggal datang
menghadap teller, dan pake dah tuh uang. Dah tersedia. Atau malahan tinggal
mencet dengan ujung jari lewat keypad atau keyboard (mobile banking atau internet
banking). Maka demikianlah pula amalan kita.
Kapan
amalan akan sungguh-sungguh kita pakai? Nanti ketika sakratul maut. Itulah
babak baru yang sesungguhnya dari kehidupan kita. Saat itulah sungguh sangat
diperlukan semua amal. Masya Allah. Mudah-mudahan Allah mengasihi kita semua.
Banyak di antara kita yang mengeluh tentang keadaannya di dunia ini. Tapi dia
tiada berpikir tentang kemaksiatannya kepada Allah. Dia tiada berpikir betapa
malasnya dia beribadah, sementara rizki Allah mengalir keras. Shalat wajib
dilakukan di akhir. Tanpa hati. Shalat sunnah? Wuah, entah sudah berapa waktu
shalat-shalat sunnah tiada tertegak sempurna. Kadang shalat sunnah, kadang
tidak. Dan barangkali lebih banyak tidak tertegaknya dibanding tertegaknya.
Wahai
diriku yang mengaku memiliki Allah sebagai Tuhannya. Engkau dituntut untuk
beribadah. Karena engkau diciptakan untuk beribadah. Tapi lihatlah, engkau
selalu khawatir soal-soal dunia. Tidak khawatir soal-soal akhirat. Saatnya kini
engkau membuka mata. Ada yang lebih penting ketimbang soal hutang, jodoh,
karir, kerjaan, rumah tangga, anak keturunan, rumah tempat tinggal, perniagaan,
kekayaan. Ada yang lebih penting dari itu semua. Yaitu bagaimana kita kembali
kepada Allah dalam keadaan amal banyak, diterima dan meninggal dalam keadaan
hati yang bersih, diri yang diampuni dan husnul khatimah.
Dan
ketika seorang hamba bergerak menuju Allah, melakukan amalan-amalan yang
mengantarkannya dekat dengan Allah, maka subhaanallaah, pada saat bersamaan
Allah akan angkat setinggi-tingginya derajatnya. Dunia akan Allah serahkan
kepada siapa yang Dia percayai. Andaipun ada yang mendapatkan dunia-Nya,
padahal ia tiada ahli ibadah malah banyak maksiat, maka sesungguhnya
kesengsaraan dan kenestapaan akan menjadi haknya.
Tinggal
tunggu waktu saja. Atau malah sudah, tapi dia tidak merasakan itu. Dan
sebaliknya, bila yang belum kunjung mendapatkan anugerah dari Allah, sabarlah.
Semua ada waktunya. Dan anugerah terbesar buat mereka yang mendekatkan dirinya
kepada Allah, adalah kedekatan diri itu sendiri! Dunia menjadi tiada arti buat
mereka yang menempatkan Allah di atas segala-galanya. Atau, ayo mari kita
koreksi lewat pembekalan-pembekalan materi sebelumnya dan husnusdzdzan ke Allah,
bahwa Allah subhaanahuu wata'aala berkenan mengampuni dan menyuci dosa-dosa
kita dulu, sampe kita kemudian pantas diangkat derajatnya dan diberikan segala
yang kita hajatkan. Baarokawloohu lanaa.
***
Satu
hari saya jalan melintas di satu daerah. Tetidur di dalam mobil. Saat
terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya:
"Nanti di depan ke kiri ya".
"Masih
banyak, Pak Ustadz".
Saya
paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya pengen
pipis.
Begitu
berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. "PakUstadz!".
Dari
jauh ia melambai dan mendekati saya. Saya menghentikan langkah. Menunggu
beliau.
"Pak
Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di
TV saja...".
Saya
senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he. "Saya ke toilet dulu
ya".
"Nanti
saya pengen ngobrol boleh Ustadz?"
"Saya
buru-buru loh. Tentang apaan sih?"
"Saya
bosen jadi satpam Pak Ustadz".
Sejurus
kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi
enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin.
Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia.
Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan
jadwal setelah ini. Begitu pikir saya. Saya katakan pada sekuriti yang mulia
ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".
***
"Jadi,
pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka
percakapan.
Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
"Gaji
mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"
"Gini-gini
aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa
juga, agak susah buat ngerubahnya".
"Wah,
ustadz langsung nembak aja nih".
Saya
meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi
umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau
mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja.
"Udah shalat ashar?"
"Barusan
Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya
pikir sama saja".
"Oh,
jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga
ibadah?"
Sekuriti
itu senyum aja. Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya,
sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga.
Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita
ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan
sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah
wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut
bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita
sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita
menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu
shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang
demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau
kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang
buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh
sebutan-sebutan ibadah.
"Disebut
barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke
pom bensin ini", saya mengejar.
"Ya,
kurang lebih dah".
Saya
mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang `alim,
bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama
Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata
lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingatKu. Lalu, kita bersantai-santai
dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan
mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang
entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya
dengan mempertemukan dia dengan saya.
"Gini
ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar
ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai
ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita
shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan
shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu
setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam
setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum
kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau
bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari
senang".
Saudara-saudaraku
Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudahmudahan sekuriti
ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham.
Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa
omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?
Saya
katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka
kawankawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila
seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu
usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang
satu itu bagus sedang yang lain tidak.
Dan
saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata
telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu
hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan
banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa
kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada
waktunya pembahasan yang demikian.
Kembali
kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?"
"Mau
Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?"
"Ya
udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya".
"Ngebut
gimana?"
"Satu,
benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan
telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe
keduluan Allah".
Si
sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas
sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin
rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini. Kan aneh. Dia pada kerja
supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang
Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya
seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya
Allah. Eh,
giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak
segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama
Allah.
"Yang
kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".
Saya
inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari
gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka
lagi. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".
"Ah,
ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?"
"Satu
koma tujuh, Pak ustadz".
"Wuah,
itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut
orang kecil, itu udah gede".
"Yah,
pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu.
Emang ga cukup Pak ustadz".
"Itu
kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?"
"Kerjanya
sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini
kerjanya pagi siang sore malem, ustadz".
"Koq
bisa?"
"Ya,
sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu
angka 1,7jt". "Terus, kenapa masih kurang?"
"Ya
itu, sebab saya punya tanggungan banyak".
"Secara
dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit
motor? Kan ga perlu?"
"Pengen
kayak orang-orang Pak Ustadz".
"Ya
susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan
ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot".
Sekuriti
ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran
motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang
lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat
keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
"Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok.
Shalatnya gimana? Mau diubah?"
"Mau
Ustadz. Saya benahin dah".
"Bareng
sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin
cakep kalo anak-anak juga dikerahin. Ikutan semuanya ngebenahin shalat".
"Siap
ustadz".
"Tapi
sedekahnya tetap kudu loh".
"Yah
Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada".
"Sedekahin
aja motornya. Kalo engga apa keq".
"Jangan
Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada.
Emas juga ga punya".
Sekuriti
ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus.
Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga
keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya
dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah.
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?"
Si sekuriti mengangguk.
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?"
Si sekuriti mengangguk.
"Ok,
kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?".
Sekuriti
ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya,
manteb.
"Gajian
bulan depan masih ada ga?"
"Masih.
Kan belum bisa diambil?"
"Bisa.
Dicoba dulu".
"Entar
bulan depan saya hidup pegimana?"
"Yakin
ga sama Allah?"
"Yakin".
"Ya
kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau".
Sekuriti
ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua.
Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia
janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Trmasuk dia akan polin shalat
taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan
rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur'an. Perasaan udah lama banget dia
emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti.
Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah
mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana
Akuntansi! Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah
dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana.
Tapi ya begitu dah hidup. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting
kerja dan ada gajinya.
Bagi
saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan
yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga
memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita
barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga
barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah
ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan
tingginya harga,. Ga kebagian.
***
Sekuriti
ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia
nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh.
Semuanya.
"Mana
bisa?" kata komandannya.
"Ya
Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani".
Komandannya
terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan
menceritakan pertemuannya dengan saya. Singkat cerita, sekuriti ini
direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin. Katanya,
kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet.
Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu,
"Buat sedekah katanya Pak", begitu kata komandannya.
Subhaanallaah,
satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini
sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, menjadi kisah
yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya.
"Kita
coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran
kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah
melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari
demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya.
Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang
mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya
orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga
mengurangi kedisiplinan kerjaannya. Malah tambah cerah mukanya.
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia
menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu
katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan
sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu.
Saya
ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen
ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan
barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya
benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan
saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan
mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma".
Tapi
subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon. Berhasil
kah? Tunggu
dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya
dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari
keajaiban mendekati Allah.
Saatnya
ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang
sesungguhnya adalah rahasia dirinya.
"Bener
nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan
udah diambil bulan kemaren".
Sekuriti
ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe
pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini
benar-benar bikin bengong orang pada. Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca
dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan
seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi
keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal
dirinya ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli
dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat.
Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi
penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat.
Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren,
belum berganti bulan.
Kata
si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah.
Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat
sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih
hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat
harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang
dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya
sendiri.
Si
sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan
transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga
perlu kasbon.
Mendadak
si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si
sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan
setengah ini.
Apakah
cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti? Engga. Si
sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana
S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan
staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah,
berubah, berubah.
Saudara-saudaraku
sekalian. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat
saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah,
Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga
mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan.
Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi
lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi!
Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.
Subhaanallaah,
masya Allah.
Dan
lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai
pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom
bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini.
Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja.
Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua
ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.
Pertanyaan
ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini
mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau
bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah
kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat
saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip
hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja ada yang insya
Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya
memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu
dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk
benarbenar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah
dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk
menjadi contoh.
Yang
lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini
mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini.
Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak, sudah,
jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan Allah dengan
memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan amal saleh. Persis
seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan statement esai penutup.
Kepada
Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat keluarga dan
kawankawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan tulisan ini di halaman
parkir rumah sakit Harapan Kita. Masih di dalam mobil. Sambil menunggu dunia
terang. Insya Allah hari ini bayi saya, Muhammad Yusuf al Haafidz akan pulang
ke rumah untuk yang pertama kalinya. Terima kasih banyak atas doa-doanya dan perhatiannya.
Mudah-mudahan allah membalas amal baik saudara semua.
Dari
semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini juga tadinya
bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi ya Allah jugalah
yang menggerakkan tangan ini menulis.
Semalam,
file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah. Lalu saya
lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat pendahuluan ini saja sudah
10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir, esai ini saja sudah kepanjangan.
Jadi, ya sampe ketemu dah di esai berikutnya. Saya berhutang banyak kepada
saudara semua. Di antaranya, saya jadi ikut belajar.
Semalam
saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur'an internasional. Sebuah pesantren
yang dikemas secara modern dan internasional. Tapi tarawihnya dijejek 1 juz
sekali tarawih. Masya Allah, semua yang terlibat, terlihat menikmati. Ga
makmumnya, ga imam-imamnya, ga para tamu dan wali santri yang ikut. Semua
menikmati. Jika ada di antara peserta KuliahOnline yang pengen ikutan tarawih 1
juz ini, silahkan datang saja langsung ya. Insya Allah saya usahakan ada. Sebab
saya juga kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya, kondisi-kondisi begini
yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih tetep bisa ngajar lewat
KuliahOnline ini. Dan saya masih sempet mengkader ustadz-ustadz muda untuk
diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya akhirnya bisa mendampingi para
santri dan guru-guru memimpin dan mengembangkan pesantren Daarul Qur'an ini.
Ok,
kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga langsung
dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba'da shubuh tadi. Istri saya meluncurnya dari
rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti mendoakan saudara dan
jamaah semua.
Kepada admin blog ini, saya ucapkan terima kasih telah memposting kuliah tauhid ini, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan dunia akhirat kepada Admin. Mohon ijin kan saya untuk terus mengikuti postingan selanjutnya.
ReplyDelete