Wednesday, October 3, 2012

Kuliah Dasar Wisata Hati KDWH 0124 Jadi Ikhlas Ngejalanin Hidup


Materi kuliah ini didownload dari www.kuliahonline.wisatahati.com

Modul Kuliah : Kuliah Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah Tauhid
Judul Materi : Jadi Ikhlas Ngejalanin Hidup
Seri Materi : Seri 24 dari 41 seri/esai

File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak


Jadi ikhlas Ngejalanin Hidup


Di tengah kesulitan kita, selalu terselip Pertolongan Allah.
Di tengah kesulitan kita, selalu terselip Kemurahan Allah.
Dan bila kita sepakat, insya Allah bahkan kesulitan itulah anugerah Allah buat kita semua.
Perjalanan waktu akan membuktikan itu.
Andai kita lalui semua ragam kesulitan itu bersama Allah.


Saya termasuk yang percaya sedari awal, bahwa kalau kita mau berpikir tentang Kemurahan Allah, maka bener-bener Allah itu Maha Pemurah. Di tengah kesulitan kita, selalu terselip Pertolongan-Nya dan Kemurahan-Nya.

Sedikit berbagi. Ketika saya berada di pusaran kesulitan, Allah menganugerahkan saya kemampuan untuk menggoretkan ceritera kesulitan itu. Subhaanallaah, ia kemudian menjadi salah satu cahya bagi kehidupan saya. Saya akhirnya bisa menulis, dan tulisan itu pun akhirnya menjadi buku. Terbit dengan judul: Wisatahati Mencari Tuhan Yang Hilang. Agaknya, andai saya tidak mengalami kesusahan hidup, niscaya buku ini tidak lahir. Ketika itu saya merasa putus asa. Saya butuh teman. Akhirnya saya ambil pena dan kertas. Benar-benar pena dan kertas. Oldies banget. Sebab emang ga ada fasilitas. Saat itu saya terpenjara dengan sel dunia. Ruang seukuran kurang lebih 2x3 menjadi kamar saya yang bagus untuk banyak merenung dan menulis hasil perenungan. Semula ia sebagai kawan saya. Akhirnya ia menjadi kawan banyak orang setelah jadi sebuah buku. Kebiasaan menulis ini di kemudian hari yang mengantarkan saya menulis buku-buku yang lainnya (lihat galeri, web admin). Hingga kemudian saya bisa menulis KuliahOnline ini.

Dan kebiasaan menulis ini bukan satu-satunya anugerah Allah yang Allah berikan bersama kesulitan. Sekali lagi, kalimat yang saya garis bawahi, dilihat ulang, dibaca ulang. Saya mengatakan "bersama kesulitan", sebab memang nyatanya gara-gara mata kita yang butalah yang tidak bisa melihat Karunia Allah. Semua adalah Kehendak-Nya. Dan tidak ada Kehendak-Nya kecuali kehendak itu adalah kehendak yang baik-baik. Tidak pernah kehendak itu menjadi buruk hingga kemudian kita yang mewujudkannya menjadi buruk. Tidak pernah. Maka nya ketika di kemudian waktu saya menyadari bahwa akhirnya kesulitan itu mengantarkan saya menjadi "bisa menulis", inilah yang saya anggap anugerah itu. Anugerah yang Allah berikan bersamaan datangnya dengan kesulitan yang Dia izinkan mampir di kehidupan saya. Saya percaya, peserta KuliahOnline juga banyak yang mengalami anugerah-anugerah seperti ini. Kesulitan akhirnya menjadi rahmat. Disebut bukan satu-satunya, sebab buanyak sekali. Saya bisa sebut beberapa, sekedar untuk tahadduts bin-ni'mah: Buku-buku saya membawa saya menjadi ustadz. Berawal dari orang-orang meminta saya bercerita isi buku (bedah buku), dan pengajian-pengajian kecil, akhirnya kemudian orang-orang mengenal saya sebagai ustadz. Sebagai da'i. Saya pun mencatat bahwa sejarah saya menghafal al Qur'an adalah sebab saya terpenjara. Rasanya, kalo saya tidak dipenjara, tidak akan ada itu cerita menghafalkan al Qur'an. Dan di kemudian hari, lahirlah Daarul Qur'an dan PPPA Daarul Qur'an. Daarul Qur'an adalah sebuah nama yang saya berikan untuk institusi pesantren penghafal al Qur'an. Dan PPPA adalah suatu program donasi untuk pembibitan penghafal al Qur'an. Dan tentu saja beragam nikmat lain yang sangat-sangat tidak bisa saya sebut satu per satu; Saya menikah, ketemu dengan Maemunah, pun sebab berkah berada di dalam kesulitan. Ah, rasanya, tidak pantas saya menjadi yang tidak bersyukur. Bila ada yang mengatakan, ah, itu kan si Yusuf Mansur. Pantes aja. Sebab dia kan pinter. Dia kan `alim. Dia kan turunan guru (sebutan untuk seorang Kyai, web admin). Dia kan lahir dan besar di madrasah.

Bisa ya, bisa tidak. Dikatakan ya, sebab saya juga menganalisis bahwa banyak piutang orang-orang tua saya, keluarga saya, guru-guru saya, di diri saya. Mereka rajin dan tulus mendoakan saya. Mereka insya Allah penuh mengharap saya selamat dan bisa menyelesaikan semua urusan-urusan saya, menjadi saleh, dan bisa dibanggakan keluarga. Dikatakan juga ya, bahwa keluarga dan turunan bisa berpengaruh, sebab amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang tua kita, dan saudara-saudara kita, khususnya yang serumah, memang insya Allah bisa ter-share itu cahya amal ibadahnya ke saya. Sebagaimana saya pernah sampaikan, bahwa kadang ada seorang anak yang dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan. Padahal selama kuliah, ia tiada menegakkan shalat. Ternyata, pertimbangan Allah, adalah ibadah ayah ibunya. Barangkali ini anak menyimpan sepasang orang tua yang masya Allah, rajin benar mendoakan anaknya ini. Maka kemudian turunlah Keputusan Allah, bahwa anak ini mendapatkan pekerjaan. Tapi bukan karena dirinya, melainkan karena doa ayah ibunya. Atau ada seorang suami yang banyak benar maksiatnya. Tapi kemudian ia tetap banyak mendapatkan berkah Allah. Ternyata si suami ini menyimpan istri yang sering merintih di hadapan Tuhannya, berdoa dengan tulus agar Allah jangan menghukum suaminya, dan menyayangi suaminya. Allah barangkali berkenan menjabah doa-doa yang begini ini.

Maka itu saya katakan, saya tidak menafikan peran "nasab". Peran turunan. Tahadduts bin-ni'mah, saya lahir dari keturunan seorang kyai. Begitulah dongeng tentang Yusuf Mansur bermula. Menurut riwayat, ayah saya, Abdurrahman Mimbar, lahir dari garis seorang ulama di Kaliungu, KH. Zahid Mimbar, dan berlatar belakang keluarga pesantren. Satu tahun yang lalu saya pernah berkunjung ke keluarga pesantren Kaliungu. Ada pesantren besar, salaf, PIK namanya di sana. Masya Allah, ribuan santrinya. Dari garis ibu, pun lahir dari garis keturunan KHM. Mansur. Seorang ulama betawi tempo doeloe. Namanya dijadikan nama jalan sepanjang jalan Jembatan Lima, membentang di antara Roxy mengarah ke Stasiun Beos, Kota. Sedari lahir, saya sudah berada di tengah-tengah madrasah terkenal di kalangan betawi; Madrasah al Mansuriyah, Jembatan Lima Jakarta Barat. Ayah kandung saya bercerai dengan ibu saya ketika saya masih di dalam kandungan. Ketika saya lahir, saya diasuh oleh paman saya, KH. Sanusi Hasan. Seorang hafidz al Qur'an dan seorang penulis di berbagai majalah dan koran Islam saat itu. Beliau pegawai negeri (Depag) yang sangat-sangat jujur. Tercatat dua kali diamanahkan sebagai Pimpro Pengadaan al Qur'an dan ta'mir Masjid Istiqlal. Agaknya, perjalanan jalan hidup saya sekarang-sekarang ini banyak berpengaruh dari rizki halal yang saya makan dari beliau. Saya kemudian menjadi penghafal al Qur'an, banyak mengelola al Qur'an, senang di masjid, dan kemudian menjadi penulis. Banyak sifat-sifat beliau yang saya rasakan menurun ke saya. Di usia saya 5 tahun, ibu saya menikah lagi. Lagi-lagi dengan orang saleh nan penyabar. Ayah tiri saya, Hermawan, juga pegawai negeri yang teramat jujur dan penyabar. Sama seperti paman saya, ayah tiri saya hidup sangat-sangat sederhana. Alhamdulillah, saya dapat tambahan rizki dan pengasuhan dari kedua orang ini. Hidup saya lebih banyak dihabiskan di madrasah, di pengajian, dan di masjid. Kelak, saya merasakan keberkahan ini semua.


Tapi masya Allah. Di saat yang sama, saya pun mengaminkan, bahwa semua yang disebut di atas, percuma. Malah tambah memberatkan saya. cerita di atas, biar ditambah dengan satu fakta, bahwa saya pun mendapatkan didikan agama sampe perguruan tinggi, boleh dikata, agak-agak "gak laku" ketika dibenturkan dengan masalah-masalah saya. Dengan status saya sebagai keturunan orang baikbaik, dan malah keturunan ulama, malah membuat saya makin terpojok. Semakin orang sinis, semakin orang memandang rendah saya. "Ga pantes dia mah jadi keturunan orang baik-baik". Wuah, begitu dah kurang lebihnya.

Secara bercanda, saya mengingat satu peristiwa, bahwa kalau kita salah, maka ga peduli siapa kita, kita akan susah. Subhaanallaah, kalo mengingat hal ini, rasanya bener-bener bahwa amal saya mah ga ada yang bisa membantu saya. Saya tambah mengingat orang-orang tua saya yang menggerakkan dirinya dan jamaahnya, untuk mendoakan saya. Saya juga mengingat jasa guru-guru saya dimintakan doanya oleh keluarga saya, juga untuk mendoakan saya. Tanpa itu, rasanya ga akan saya bisa menikmati ragam kesenangan lagi.

Kembali saya katakan, siapapun kita adanya di mata Allah, kalo kita salah, ya susah mah susah aja. Rasulullah sendiri tidak bisa menjamin nasib putrinya andai putrinya ini berbuat salah dan tidak meniti jalan Allah. Bahkan Rasulullah bilang kepada kita semua, law anna Faatimata binti Muhammad saraqat, laqatha'tu yadahaa, kalau Fatimah binti Muhammad mencuri, aku akan potong tangannya.

Saya pun menikmati ragam kesusahan dari kesusahan yang saya lakukan. Sungguh kalau tidak ada Kemurahan Allah, Tuhan saya dan Tuhan Saudara-saudara semua, sungguh tidak ada yang bisa menyelamatkan saya.

Apa message yang mau saya sampaikan? Message nya, saya pun pernah merasa jatuh sekali. Merasa bukan siapa-siapa. Bahkan saya bercerita di salah satu buku dan CD saya, bahwa ragam kesulitan saya pernah mendorong saya untuk bunuh diri. Perasaan ini masih ditambah dengan kenyataan bahwa kehadiran saya ternyata malah menjadi beban buat yang lain, dan tidak punya apa-apa lagi.

Tapi kemudian Allah datang. Datang dengan segenap Kemurahan-Nya. Allah berikan saya jalan-jalan yang tadinya tidak terlihat. Dan ini pun bisa berlaku buat siapa saja. Tidak perduli siapa ia, asal Allah berkenan, tentu saja ia bisa dapatkan Kemurahan itu.

Saudara-saudaraku sekalian, di sisi yang lain, saya merasakan memiliki keluarga, keturunan, dan nasab yang baik-baik, saleh, adalah juga kemurahan Allah adanya. Berbicara tentang Rasulullah yang menegaskan demikian, adalah salah satunya untuk menunjukkan ketegasan akan keadilan dan keharusan seseorang untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan berbuat lurus. Tapi bahwa bias kebaikan satu keluarga, tentu saja masih akan berpengaruh buat seseorang.

Saya bisa memberi contoh, melengkapi contoh di atas. Ada seorang anak, yang selama kuliahnya ga pernah shalat wajib tepat waktu (ga bicara tentang dosa besar ya. "Cuma" soal lalai saja). Dia kuliah 4 tahun. Kita tahu hitung-hitungannya. Bahwa secara teori, anak ini, begitu lulus kuliah, ya mesti nganggur 2 tahun. Atau dia kudu mengalami kesusahan selama 2 tahun. Atau kalaupun tidak, ia mesti telat karirnya, telat rizkinya, dan jauh dari rahmat Allah seukuran 2 tahun perjalanan dunia. (Dalam soal hitung-hitungan ini, please Peserta KuliahOnline menjadikannya sebuah perenungan. Jangan dijadikan perdebatan. Ajak hati ikut merenung satu kebenaran yang terselip, Web Admin). Katakanlah anak ini selalu telat 2 jam. 2 jam dikali 5 waktu sehari, maka telatnya 10 jam. Ibaratnya, ada seseorang yang adu jalan dengannya, maka orang ini udah jalan 10 jam, sedang dia masih di tempat. Orang lain udah naik 10 tangga, dia masih di bawah. Orang lain udah punya 10 langkah, dia masih di situ. Sementara itu, kalau 10 jam sehari, maka sebulan itu 300 jam, atau ngitung gampangnya: 15 hari. 15 hari dikali 12 bulan? 180 hari, atau sama dengan 6 bulan. 6 bulan dalam setahun, dikali 4 tahun masa kuliah, itu sama saja telat 24 bulan. Dan 24 bulan itu adalah 2 tahun. Wajar kalau kemudian saya katakan kepada saudara semua, bahwa anak ini secara teorinya jauh rahmat Allah sejauh 2 tahun. Jika rahmat itu berbentuk pekerjaan. Maka pekerjaan ini baru ia dapatkan setelah ia memperbaiki dulu shalatnya. Dan itu pun mestinya ia dapatkan pekerjaan setelah mengejar 2 tahun ke depan.

Alhamdulillah, atau bahasa kitanya, untunglah, Allah kita benar-benar Pemurah. Ia akan melihat amal-amal lain, termasuk amalan-amalan ayah ibunya si anak ini. Sebut saja ayahnya ternyata imam shalat di masjid, ibunya guru di ta'lim-ta'lim taman bacaan al Qur'an. Keduanya mencintai shalatshalat sunnah. Sekali dhuha, ga bisa 2 rakaat. Tapi kadang bisa 8 atau malah 12 rakaat. Shalat sunnah tahajjud juga bisa 11 rakaat plus witir. Maka, "kelebihan" kebaikan ini yang dishare kepada anaknya ini. Tidak jarang kita temukan, anak model begini tetap senang hidupnya. Misalnya, ia tetap dapat pekerjaan, langsung setelah ia lulus, ga pake jeda waktu 2 tahun sebagaimana dihitung di atas. Hingga kemudian Allah datangkan keputusan-Nya yang lain. Begitulah pengaruh kebaikan satu keluarga. Jangankan ibadah-ibadah yang membutuhkan gerakan-gerakan banyak. Sekedar doa saja, itu sudah tidak bisa disebut "sekedar". Sebab pengaruhnya dahsyat sekali. Artinya, jika ayah ibunya si anak ini berdoa mendoakan anaknya yang malas shalatnya, maka Kemurahan Allah akan turun juga.

Kalau sudah begini, jangankan satu pohon, satu keluarga, yang merupakan orang lain pun, kalau dia berbuat kebaikan dan kita ada nyangkutnya di jaringan kebaikan itu, Allah akan betul-betul cari ini,
dan men-sharenya ke kita. Sungguh, Allah akan mencari kebaikan seseorang untuk menyelamatkannya. Kita sering mendengar riwayat di mana Allah perintahkan malaikat-malaikat-Nya benar-benar mencari kebaikan yang ada dari diri seorang hamba-Nya, sehingga itu bisa Allah jadikan pertimbangan untuk menyelamatkannya.

Satu ketika misalnya, saudara dengan uang yang tiada seberapa, membantu satu keluarga. Tapi sabab itu keluarga ini menjadi tegak punggungnya, dan bisa mencari rizki kembali, maka subhaanallaah, jika Allah berkenan, maka seluruh kebaikan keluarga ini, bisa juga satu saat menjadi kebaikan buat kita. Masya Allah.

Atau seperti orang tua saya. Beliau mendatangi `alim `ulama yang diyakininya saleh. Lalu meminta doa dari mereka. Ada sebagiannya yang sedang mengajar. Lalu distop mengajarnya itu untuk mendoakan saya. Beliau ajak murid-muridnya mendoakan saya, lalu melanjutkan lagi ta'limnya. Maka subhaanallaah, perbuatan `alim `ulama ini betul-betul bisamengundang pertimbangan Allah untuk Dia berkenan menolong saya. Ah, pengen nangis rasanya saya. didoakan saja sudah merupakan kekuatan. Apalagi didoakan di tengah ta'lim yang bobot kebaikannya, punya nilai lebih. Saudaraku, di saat ta'lim, Allah mengutus malaikat-Nya untuk diam di sana, menaungi mereka yang mengaji. Allah memerintahkan malaikat-Nya itu untuk mengembangkan sayapnya. Dan bercucuranlah rahmat dari sayap itu untuk semua yang mengaji. Bahkan yang tertidur di pengajian pun mendapatkan rahmatNya. Nah, di situasi seperti ini, ada kiriman doa untuk saya. Ya Allah, jadi pengen nangis beneran nulisnya.

Saudaraku, Anda semua bisa memulai menjadi nasab yang baik bagi keturunan Anda semua. Supaya mengalir segala kebaikan saudara ke anak keturunan dan keluarga Saudara. Genjot saja kebaikankebaikan, dan titi jalannya Allah. Insya Allah anak keturunan saudara semua akan hidup mulia.

Saya beri contoh lain, kekuatan dorongan kebaikan dari kebaikannya orang lain. Misalkan, ada anakanak yatim mengaji. Dan mengaji ini kan satu kebaikan. Tapi anak-anak yatim ini mengaji sebab dikumpulkan oleh istri Saudara. Istri saudara mengumpulkan anak-anak yatim ini untuk mendoakan saudara, sementara saudara terbaring lemah di rumah sakit ga ada tanda-tanda kehidupan. Subhaanallaah, ketika anak-anak yatim ini menengadahkan tangannya ke atas, untuk berdoa, bisa saja Allah segera memberikan signal kehidupan bagi suami orang ini. Apalagi misalnya, ada anak yatim yang keturunan seorang yang saleh, walo miskin. Lalu orang saleh ini berdoa kepada Allah Tuhannya, ya Allah, sayangilah yang menyayangi anak saya sepeninggal saya. Weh, yang kayak begini ini nih yang masya Allah, bisa mengundang rahmat Allah yang bisa menggugurkan dosa-dosa kita semua. Dan bukan tidak mungkin, perbuatan semacam istri ini, bila dilakukan sepenuh hati, sesering mungkin, dan meyakini bahwa Allah Maha Mendengar doa, insya Allah, si suami tersebut Allah berikan karunia kesembuhan total. Allah Maha Memiliki Keajaiban.

Seorang pengurus masjid berdiri di depan ratusan orang yang akan shalat Jum'at. Di tangannya memegang lembaran-lembaran berisi catatan-catatan pengumumam. Salah satunya pengumuman sedekah orang. Kemudian dia mengumumkan, "Ada permohonan doa, dari Fulan bin Fulan yang bersedekah sekian sekian. Mari kita bacakan al Faatihah sebagai doa bagi beliau. Mudah-mudahan segala hajatnya dikabul Allah, masalahnya ditolong Allah... al Faatihah...". Wah, saya yakin, hal ini mesti ada pengaruhnya kepada orang yang didoakan itu. Apalagi semua jamaah yang mendoakan itu adalah sekumpulan orang-orang yang akan melaksanakan perintah Allah: Shalat Jum'at. Energinya besar sekali sebagai faktor pendorong turunnya Rahmat dan Kemurahan Allah.

Misalkan ternyata, saudara sendiri ga tahu menahu bahwa ada sekumpulan orang yang shalat Jum'at mendoakan saudara. Sebab yang memberikan sedekah itu bukan saudara, dan yang meminta doa untuk saudara adalah orang lain, maka ini pun sama saja. Tetap nyampe itu energi kebaikannya kepada saudara. Masya Allah kan?

Jadi, ga usah kuatir juga bila saudara banyak melakukan keburukan, lalu saudara jadi putus asa. Yang penting sekarang mah, banyakin taubat, perbaiki shalat-shalat wajib, hidupkan ibadah-ibadah sunnah; qabliyah ba'diyah, dhuha, tahajjud, witr, baca al Qur'an, perbanyak istighfar dan sedekah. Dan kemudian pergunakan juga banyak kesempatan untuk berdoa.

Waba'du, memang biar gimana, peran keluarga dan orang-orang tua penting, dan teramat penting. Pada akhirnya, semua hal berkumpul menjadi satu penentu juga yang bisa mengundang Kemurahan Allah turun.


***


Tulisan kali ini, agak masih ga ketemu "feel"nya ya?

Ya, mhn maaf. Habis keganggu terus. Baru nulis sebait, udah dipanggil urusan pondok. Nerusin sebait lagi, udah ada tamu. Nulis lagi, urusan anak2, he he he. Nulis lagi, eh ada tausiyah yang saya harus segera menyudahi menulis. Yah, saya nikmati saja. Walo akhirnya banyak hambatannya ke penaikan ke KuliahOnline nya. Mudah-mudahan kesabaran semua Peserta KuliahOnline menjadikan salah satu sabab saya dimudahkan dalam mengajar di KuliahOnline ini. Amin. Tapi disebut ga dapat feel nya, ga juga. Kita kan lagi bicara Kemurahan Allah. Kadang kita menganggap Kemurahan Allah itu adalah hal-hal berupa "anugerah kebaikan" saja. Kalau keburukan, bukanlah kemurahan Allah. Padahal tidak setiap keburukan itu (baca: kejadian-kejadian buruk), adalah buruk buat kita. Kalau kita menilik kandungan KuliahOnline yang lalu, kalau kemudian keburukan yang kita alami malah membuat kita jadi kembali kepada Allah, maka itu adalah kemurahan Allah adanya.

"Walanudziiqannahum minal `adzaabil adnaa duunal `adzaabil akbari la'allahum yarji'uun, dan Kami timpakan sebagian keburukan dari keburukan-keburukan yang dilakukan manusia, adalah agar manusia kembali".
(Qs. az Zumar: 21)

Para Peserta yang dimuliakan Allah, sebisa mungkin, petik saja hikmah-hikmah yang terkandung ya. Jangan cerewet, he he he. Betapapun, saya berdoa dulu loh setiap memulai penulisan ini. Agar ia menjadi berkah buat Saudara-saudara semua. (Berdoa koq ya bilang-bilang ya? He he he). Ga apaapalah ya? Saudara semua insya Allah saya anggap bahagian dari kehidupan saya sendiri. Insya Allah.


***


Waba'du lagi nih, bicara tentang kehidupan baik dan buruk. Banyak yang ikhlas menerima dan menjalani kehidupan baik (baca: menikmati), dan kemudian tidak ikhlas kalau menjalani kehidupan yang buruk. Tidak sedikit yang malah ketika hidup ni'mat, berpaling karena sombong dan malas beribadah, dan ketika diberi kehidupan yang buruk, jadi berputus asa.

"Wa idzaa an'amnaa `ala insaani a'radhaawa na-aa bi jaanibih. Wa idzaa massahusy-syarru kaana yauusaa, manusia jika diberi ni'mat dari Kami, berpaling dan membelakang dengan sombong. Dan apabila dia mendapat kesusahan jadilah ia berputus asa."
(Qs. al Israa; 83)

Ada juga tipe-tipe manusia yang ingat sama Allah kalau susah aja. Kemudian kalo hilang itu kesusahan, kembali lagi ke tabiat jeleknya.

"Wa idzaa massakumudh dhurru fil bahri dhalla man tad'uuna illaa iyyaahu. Falammaa najjaakum ilal barri a'radhtum, dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, tiadalah yang kamu panggilpanggil kecuali Allah. Maka tatkala Dia melepaskan kamu ke daratan kamu berpaling. Dan adalah manusia sangat ingkar."
(Qs. al Israa: 67)

Manusia diingatkan oleh Allah:

"Afa-amintum ay-yakhsifa bikum jaanibal barri aw yursila `alaikum haasibaa. Tsumma laa tajiduu lakum wakiilaa, maka apakah kamu akan merasa aman bahwa Dia menjungkirbalikkan sebahagian daratan terhadap kamu, atau Dia mengirimkan angin berbatu terhadap kamu? Kemudian kamu tidak memperoleh perlindungan bagi kamu?

Am amintum ay-yu'iidakum fiihi taaratan ukhraa fa yursila ;alaikum qaashifam minar riihi fa yughriqakum bi maa kafartum tsumma laa tajiduu lakum `alainaa bihii tabii'aa, atau apakah kamu akan merasa aman dari bahwa Dia bisa saja mengembalikan kamu ke laut waktu yang lain, lalu Dia mengirimkan kepada kamu angin topan, maka Dia menenggelamkan kamu karena keingkaranmu kemudian kamu tidak memperoleh orang yang menuntut atas Kami terhadap kejadian itu?”
(Qs. al Israa: 68-69).

Saya pribadi belajar dari ayat-ayat ini. Demi memperhatikan keadaan sekarang, sangatlah berbeda dengan keadaan mencekam beberapa tahun yang silam. Andai saya tidak tahu atau lupa lagi bahwa Allah lah yang menyelamatkan saya, bukan tidak mungkin kemudian saya akan dikembalikan lagi ke posisi itu, bahkan ke posisi yang lebih gawat lagi.

Siapapun hamba Allah yang susah, karena barangkali dosa-dosanya, atau karena memang kesusahan itu dipergilirkan Allah, lalu dia meminta tolong kepada Allah, maka Allah akan tolong. Tapi sesiapa yang tidak mengingat pertolongan Allah, maka Allah akan kembalikan ke keadaan semula. Dan janganlah mencela Allah sebab doa yang belum dikabulkan, kecuali kita mengingat memang dosa kita belum lah sebanding dengan perjalanan pertaubatan dan ibadah kita. Kepada Allah kita berharap agar Allah membuat kita bisa senang dengan sabab ampunan dan kasih sayang-Nya. bukan sebab ibadah kita. Karena ga akan kekejar, kecuali karena Kehendak-Nya.

Ya Allah, kami beriman kepada-Mu, dan bertaubat dari dosa-dosa baru. Ya Allah, lindungilah kami dari maksiat-maksiat baru yang membawa lagi kami kepada kesusahan. Ya Allah, perbaikilah diri kami dengan menyadarkan kami betapa kami banyak kesalahan dan kelalaiannya terhadap Engkau. Bikin diri ini ikhlas menerima kejadian-kejadian hidup, termasuk ikhlas dalam beribadah. Rabb, pimpin kami keluar dari kegelapan-kegelapan kelakuan kami. Hanya karena Engkau belum menunjukkan siapa diri kami, lalu orang-orang masih melihat kami-kami ini hidup sebagai orang yang mulia dan selamat. Dan benar-benarlah menjadikan kami dan anak-anak keturunan kami sebagai orang-orang yang mulia dan selamat. Di dunia dan juga di akhirat.

No comments:

Post a Comment