Modul Kuliah : Kuliah
Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah
Tauhid
Judul Materi : Rizki itu Asli dari Allah
Seri Materi : Seri 32
dari 41 seri/esai
File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Ada
Tugas: Tidak
Rizki itu Asli Dari Allah
Kalau Allah sudah
berkenan memberi, maka DIA bisa memberi darimana saja. Tidak mesti dari tangan
kita dan atau dari jalan yang kita usahakan.
Sampe semalam, saya ga bisa nulis. Sms saya kepada web admin
saya sertakan di tulisan ke-32 ini. Alhamdulillah, ini ada dorongan dari dalam
tubuh dan pikiran saya yang mengatakan bahwa pagi ini saya bisa menulis
kembali. Banyak hikmah dari kejadian ini. Bahkan saya sudah berkeinginan
meliburkan lagi sampe tanggal 30 November. Bukan apa, agar saya berkesempatan
dulu untuk tafakkur sebelum melanjutkan KuliahOnline ini lagi. Tapi
alhamdulillah, mudah-mudahan Allah sudah berkenan lagi mengizinkan dan memudahkan
saya untuk kembali lagi mengajar.
***
Dalam perjalanan kehidupan ini, Allah memang kerap kita
lupakan. Ada banyak orang yang begitu mudah mencari pertolongan kepada orang
lain lalu menamakannya ikhtiar. Sementara itu, ada yang tauhidnya kuat sekali.
Ada yang karena ilmu, ada yang karena kebiasaan, ada yang karena karakter, ada
yang karena lingkungan, dan ada pula yang karena pengalaman. Dia cari dulu
Allah dan ia bertahan dengan prinsipnya.
Salah satu kisah yang saya kenal adalah kisah seorang
penjual kaca. Kisah ini saya naikkan menjadi film layar lebar. Sebab memang dia
menginspirasikan saya sekali tentang "rizki itu di tangan Allah".
Penjual kaca ini bagus sekali tauhidnya. Karena itulah kemudian Allah hidangkan
buatnya apa yang ia perlukan, kendati kita sama tahu dari tayangan film itu
bahwa ikhtiar lewat tangannya tidak berhasil. Itu semua terjadi sebab ia
meyakini rizki itu dari Allah, dan meyakini pertolongan itu hanyalah milik
Allah.
Betul saudara-saudaraku semua. Kalau ditanya kepada
saudara-saudara semua, rizki di tangan siapa? Mesti jawabannya sama. Semua akan
menjawab rizki itu di tangan Allah. Kalau memang jawaban itu adalah jawaban
yang benar-benar datangnya dari pengetahuan, iman dan kejujuran, mestinya tidak
ada yang berani nyolong, tidak ada yang berani nipu, tidak ada yang berani
tidak jujur. Selain tidak berani, juga tidak merasa perlu. Mengapa? Lah, kalau
di tangan Allah, kenapa mesti begitu-begitu amat. Kan tinggal mendekatkan diri
kepada Allah saja, maka lalu terbukalah rizki itu. Kenyataannya? Sebagian kita
"tidak percaya" bahwa rizki itu dari Allah. Sehingga masih mencari
lewat jalan-jalan yang bukan Jalan-Nya, dan masih mencari dengan cara-cara yang
bukan dengan Cara-Nya.
Sebagian yang menjawab bahwa rizki itu dari Allah, pun
kurang meyakinkan bila dilihat dari ibadahnya. Ngakunya, iya. Bahwa semua juga
mengaku rizki itu dari Allah. Pertanyaan selanjutnya, kalau memang tahu dan
sadar rizki itu dari Allah, mengapa lalu meninggalkan-Nya? Melupakan-Nya?
Melalaikan-Nya? Atau minimal, mengapa tidak terlalu mengistimewakan-Nya?
Sederhana saja contohnya.
Azan berkumandang. Tanda Yang Memberi Rizki, memanggil. Apa
yang terjadi? Saudara seperti tidak mengenal rizki yang saudara makan dari
Allah. Cuek saja. Tidak bergegas. Tidak takut akan tidak dibagi rizki. Denger
azan, biasa saja.
Beda sekali bila yang memanggil pimpinan. Begitu dipanggil,
detik itu juga meluncur datang ke mejanya, ke ruangannya. Takut sekali kalau ga
segera memenuhi panggilannya. Takut begini, takut begitu.
Seseorang yang sudah janjian akan meeting dengan pimpinan,
akan takut sekali tidak tepat waktu. Apalagi sampe telat. Masuk bareng dengan
pimpinan saja, rasanya sungkan. Kepala divisi kita, kepala bagian kita,
sebagian BOD kita, akan menyarankan kepada kita, kalo bisa sudah hadir 15 menit
sebelum rapat. Supaya jangan kedahuluan sama yang punya perusahaan. Jangan
sampe keduluan sama dirut. Bagaimana dengan Allah? Katanya rizki itu dari
Allah? Katanya yakin bahwa bisa bekerja dan berusaha karena Allah. Bahkan lebih
jauh lagi, kita menyadari dan tahu bahwa hidup ini pun sejatinya pemberian
Allah. Lengkap dengan segala apa yang menjadi fasilitas hidup ini. Tapi sama
Allah, ga ada pengistimewaannya.
Sama Allah sebenernya kita ini udah janjian. Janjian apa?
Janjian shalat minimal. Sebagai seorang hamba Allah, seyogyanya kita tahu akan
jadwal shalat. Itulah jadwal janjian kita dengan Allah. Bukan malah menghindar.
Dan malah harusnya tambah merindukan. Setelah shubuhan, rindu waktu dhuha.
Setelah dhuha, rindu waktu zuhur. Setelah zuhur, rindu waktu ashar. Setelah
asharan, rindu waktu maghrib. Setelah maghriban, rindu waktu isya. Setelah
isya-an, rindu waktu tahajjud. Setelah tahajjud, tidak kepengen melepas tahajjud
kecuali menyertakannya dengan witir, baca al Qur'an, dan beristighar.
Kita rindu DIA. Sebab di waktu-waktu itulah kebersamaan
kita. Benar sih, setiap saat Allah bersama kita. Tapi kalau di waktu-waktu
prime time kita tidak bisa mengistimewakan-Nya, apa iya kita bisa merasa bisa
bersama Allah terus?
Seseorang yang dijanjikan modal, akan melakukan apa saja
yang diminta oleh pemodal itu agar permohonannya diluluskan. Sedangkan Allah?
Dia sudah memberi tanpa kita minta. Tapi kemudian kita berjalan seakan-akan
kita tiada mengenal-Nya. Tinggal bersyukur doangan ternyata kita tidak mampu.
Astaghfirullaahal `adziem.
***
Di dalam film Kun Fayakuun, saya bertutur tentang manisnya
hidup bergantung sama Allah. Indah, enteng. Walaupun di perjalannya terasa
tidak enteng. Seorang mukmin tahu, bahwa hidupnya, termasuk rizkinya, sudah
dijamin sama Allah. Bahkan Allah sangat-sangat bersedia untuk memberikan rizki
tambahan. Termasuk perlindungan dan penjagaan tambahan. Seorang mukmin juga
tahu bahwa segala kehendak adalah kehendak-Nya, segala jalan adalah jalan-Nya.
Segala upaya berdiri di atas qudrah dan iradah-Nya. Dan bahwa hidup ini sudah
diatur oleh Allah `azza wajalla. Satu hari, keluarga ini kehabisan makanan,
kecuali makanan yang tinggal malam itu saja. Itupun tidak cukup bila suami
istri penjual kaca ini turut makan. Makanan terakhir di malam itu hanya cukup
untuk dua anaknya saja; sebut saja si kaka dan si dede. Tapi, buat keluarga
miskin model beliau berdua, sudah bisa menyaksikan dua anaknya makan saja,
sudah senang minta ampun.
"Nak, kita puasa ya besok", pinta si ibu. Puasa
bukan saja karena sunnah Rasul. Tapi puasa sebab ga ada makanan.
Lihatlah diri kita. Kita bahkan tidak bisa mengerem nafsu
makan. Kita tidak bisa mengerem untuk tidak makan dulu barang sehari.
Menghormati pemilik hari Senen dan Kamis. Karena mudahnya kita makan, kita
berat sekali puasa bidh, puasa 3 hari di tengah bulan. Kita tidak bisa
berpuasa, sebab justru kita ini banyak rizkinya. Masya Allah kan? Kita jadi
jauh sama Allah justru sebab rizki-Nya. Astaghfirullaah lagi. Mestinya ya
tambah dekat. Puasa, adalah satu jalan kita dekat sama Allah. Kepada yang
berpuasa, Allah menjanjikan kedeketan spesial. 12 jam selama puasa, kita dekat
terus sama Allah. Sampe-sampe Allah sendiri yang akan membalas khusus amalan
puasa ini.
Dua anaknya si tukang kaca, paham. Dan dia berdua mendukung
sekali ajakan ibunya. Mereka ridha berpuasa untuk juga meringankan beban dan
tanggung jawab ayahnya. Sungguhpun hari esok itu bukan senen dan juga bukan
kamis. Besok yang dimaksud itu, hari Sabtu! Hari yang kalau kita berpuasa,
mirip seperti orang Yahudi. Sebab mereka itu puasanya hari Sabtu. Tapi sama
dengan shalat, memang tidak mengapa sembarang puasa. Asal tidak di hari yang
dilarang Allah untuk berpuasa. Shalat juga begitu. Shalat sunnah boleh kapan
saja, asal bukan di waktu-waktu yang dilarang Allah untuk shalat. Allah lah
yang punya segala rahasia.
Kisah berikutnya, tentu saja lebih baik saudara-saudara
semua menyaksikan filmya, he he he. Insya Allah bakal dirilis di web ini, itu
film. Tanpa perlu bayar. Sabar ya. Sedang disiapkan. Kemaren sih kata
kawan-kawan pengelola web, tanggal 8 Januari sudah siap. Kelak, seluruh audio
saya (CD2 ceramah saya), sampe ke DVD (video tausiyah dan sinetron), baik yang
sudah dipublish maupun yang belum dipublish, semuanya bisa dinikmati oleh
kawan-kawan peserta KuliahOnline. Insya Allah.
Kalau saudara-saudara datang ke Pesantren Daarul Qur'an, di
atas gedung al Ikhlas (berlantai 5), dipasang tower internet setinggi 25 meter.
Salah satunya untuk keperluan internet di pesantren; Hot Spot/Wifi. Di mushalla
kecilnya pesantren, dipasang 4 CCTV untuk keperluan streaming. Pengennya sih
kayak Barack Obama, he he he, yang bener-bener menggunakan kekuatan internet
untuk pemilihan presiden. Ini, digunakan internet untuk keperluan dakwah.
Kedepan hari, insya Allah tausiyah saban jam 7 di pesantren, saban hari, akan
bisa dinikmati dari streaming video via web. Tremasuk bila saya kepengen
ngumumin satu dua hal ke dunia, tinggal streaming saja. Insya Allah.
Ceritera tentang tukang kaca ini berakhir manis. Allah
sediakan bahkan lebih dari yang diminta oleh si tukang kaca. Mintanya hanya
25rb, asal bisa makan saja, tetapi kemudian Allah berikan lebih. Kaca-kaca yang
dijualnya, ga ada yang berhasil ia jual. Tapi Allah malah kirimkan langsung
uang kiriman-Nya, ke rumahnya, dengan cara-cara-Nya. Maha Besar Allah dengan
segala Kehendak-Nya.
Kisah ini saya gantung, supaya saudara-saudara semua asyik
nanti menikmati tayangan filmnya, he he he. Sampe ketemu ya di kuliah
berikutnya.
Insya Allah besok dan
lusanya akan di-upload film Kun Fayakuun dan The Miracle di web ini sebagai
Kuliah Tauhid ke-33 & ke-34. Saudara bisa melihatnya dan bahkan
mendownloadnya secara gratis. Yang kepengen DVD nya juga silahkan nanti diklik
saja di Belanja Online. Insya Allah ya. Jangan lupa ya saling mendoakan.
Wassalaam.
No comments:
Post a Comment