Sunday, October 7, 2012

Kuliah Dasar Wisata Hati KDWH 0126 Bintang: We Are Not Game Over Yet


Materi kuliah ini didownload dari www.kuliahonline.wisatahati.com

Modul Kuliah : Kuliah Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah Tauhid
Judul Materi : Bintang: We Are Not Game Over Yet
Seri Materi : Seri 26 dari 41 seri/esai

File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak


Bintang
We Are Not Game Over Yet


Jalan hidup itu Allah yang punya. Kita hanya bisa meniti, tapi tidak bisa mengatur. Kita hanya bisa meminta, tapi kita tidak bisa memaksa. Tapi, dengan hanya menyisakan semangat, percaya semua kejadian ini ada Allah di baliknya, percaya bahwa Allah akan mengatur yang terbaik, percaya bahwa Kehendak Allah itu pasti baik adanya, kemudian mau menerima hidup ini seadanya keadaan, dan berkenan memperbaiki diri, insya Allah segalanya berjalan sangat baik. Bahkan kita akan melihat, kehidupan di kemudian hari adalah kemenangan buat yang percaya bahwa memang kehidupan ini milik Allah. Berbaik-baik saja dengan-Nya, dan mulailah mendekatkan diri pada-Nya.

Yth., semua Peserta KuliahOnline, tertanggal hari ini, 29 Oktober 2008, saya akan mengikuti ujian kompre dan ujian baca kitab al Mahalli. Ini saya ikuti sebagai syarat kelengkapan kelulusan meraih gelar sarjana satu (S1) di UIN.

Semalam saya berhadapan dengan buku-buku yang sebisa mungkin saya baca untuk tambahan persiapan ujian-ujian pagi ini. Kitab Hasyiataani, atau yang lebih dikenal dengan al Mahalli (Kitab Fiqh), pun saya usahakan baca, khususnya bab-bab yang akan diujikan.

Dalam pada itu, pikiran saya juga tertuju pada saudara-saudara semua: Peserta KuliahOnline. Saya tidak mau libur lagi, he he he. Kecuali memang ketika saya memang sengaja men-jeda. Seperti beberapa waktu yang lalu, saya jeda dengan meminta semua peserta melihat-lihat kolom-kolom lain di Wisatahti.com. Saya menjeda perkuliahan, untuk memberi kesempatan dan mendorong saudara peserta semua untuk menjelajahi isi web. Khususnya kolom interaksi sms dan artikel lepas.

Jadi, semalam, ketika saya selesai menelaah buku dan kitab yang akan diujikan, saya mencoba berakrab-akrab dengan komputer. Tapi masya Allah, di pondok ada sedikit masalah. Masalah rumah pembina, rumah asaatidz.

Pesantren menyewa satu rumah yang cukup besar, untuk dijadikan rumah-rumah tempat tinggal para ustadznya. Disewalah ini rumah selama 3 tahun. Tahu-tahu, belum lagi genap setengah tahun rumah ini disewa, sudah ada yang mendatangi untuk dikosongkan. Sebab katanya udah dijual. Kebetulan saya sedang belajar Hukum Perikatan. Belajar tentang Akad. Belajar tentang Bisnis Islami. Lumayan terasa ilmu ini hidupnya di masyarakat. Perbuatan si pemilik rumah, tentu saja tidak bisa dibenarkan. Namun, getaran hati mengatakan, mesti ada apa-apa nih. Maksud saya, mesti si pemilik rumah sedang mengalami satu dua hal peristiwa besar atau kesulitan dalam hidupnya, sehingga ia menempuh jalan ini.

Wise, atau kebijakan, atau kebijaksanaan, juga adalah sesuatu yang diperlukan dalam hidup ini, juga di dalam urusan hukum. Mirip seperti `Umar bin Khattab yang melepas seorang pencuri sebab karena lapar, dan si pencuri berjanji akan bertaubat. Saya panggillah si pemilik rumah. Kebetulan, rumah dia pribadi, saya beli. Juga buat pembina/asaatidz. Jadi, rumah ini ada dua. Satu, rumah yang saya beli, dan satu yang saya kontrak. Di dalam rumah pribadi dia pun (yang saya beli), ada bagian rumah yang dikontrakkan. Tapi seingat saya, saya mengajak ngobrol si pengontrak ini, bersama-sama pemilik awalnya. Saya beritahu bahwa rumah ini sudah dibeli, dan saya persilahkan orang tersebut meneruskan sewanya sampe tahun yang sudah ia bayar. Selanjutnya, urusannya ke saya (ke pesantren). Dan saya pun menyatakan akan memberi kesempatan untuk terus melanjutkan sewaannya itu kalo dia suka, kalo dia betah. Ternyata si penyewa ini sudah sewa selama dua tahun. Dia tidak keberatan keluar, asal diganti utuh uang sewanya. Alhamdulillah, ada mufakat. Pesantren mengembalikan uang sewanya itu, tanpa memotong biaya beli rumah itu.


Begitulah keagungan Islam. Mengatur kehidupan ini dengan lembut. Di dalam hukum tunangan saja, jika kita tahu seorang perempuan sudah dilamar, tidak boleh kita melamarnya dan tidak boleh si perempuan (atau keluarga perempuan) menerima lamaran orang lain. Sampe clear segala urusan. Sampe segitunya Islam mengatur. Maka kemudian, ketika muncul masalah di rumah yang satunya lagi, rumah kontrakan yang dikontrak (bukan yang dibeli), saya berinisiatif memanggil semuanya.

Alhamdulillah, selesai. Tapi jadinya, saya tidak jadi lagi megang komputer, he he he.


***


Saya tidur dengan meniatkan meneruskan menulis KuliahOnline pas bangun malam. Saya punya waktu yang cukup. Sebab ujian itu jam 9 pagi. Jarak tempuh dari pesantren sampe ke UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, sekitar satu setengah jam. Aman dah. Jadi saya punya waktu sampe jam 07.30 untuk nulis.

Tapi masya Allah. Lagi-lagi ada kendala. Semalam istri saya kurang sehat. Menjelang tidurnya, saya mijitin pundak dan kepala beliau, sampe saya dan beliau, tertidur.

Begitu bangun, saya ijin sama beliau untuk shalat malam. Saya tidak shalat di luar kamar, jaga-jaga kenapa-napa. Bukannya apa-apa, kami punya bayi baru. Rada khawatir juga. Kasihan sama istri kalo sampe Hafidz, bayi kami ini nangis. Kalau istri sehat sih, ga apa-apa. Ini keadaannya kurang sehat.

Alhamdulillah, saya shalat 2 raka'at dengan tenang. Persis selesai shalat, Haafidz nangis. Istri saya yang semalam ini datang haidhnya, bangun. Dalam keadaan masih kurang enak badan, beliau bangun nyusuin Haafidz. Emang luar biasa para istri nih. Saya kemudian memilih tidak menutup witir dulu. Saya dekati Haafidz untuk kemudian saya ambil alih. Setelah Haafidz tenang, saya shalat shubuh. Lagi-lagi saya minta maaf sama Allah, udah mah ga witir, saya pun memilih shalat di kamar. Untuk jaga-jaga lagi. Mudah-mudahan Allah memaklumi. Amin.

Eh, habis shalat shubuh, Haafidz nangis lagi. Komputer sudah saya nyalakan sedari bangun awal. Mau langsung ngebut. Tapi kejeda terus... Alhamdulillah, saya senangkan hati. Biar gimana, kan lebih penting anak ya, ketimbang situ-situ, he he he. Maaf ya. Ya saya memilih menggendong Haafidz dulu, menidurkannya lagi sambil saya ngajiin sebisa saya. alhamdulillah, saya kasih tahu Haafidz dan istri, bahwa sebelum jalan ke kampus, saya harus menaikkan satu tulisan KuliahOnline. Dua-duanya paham. Haafidz pun dengan tenang tidur lagi, dan saya dapat menulis lagi.

Saat akan nulis itu, di layar saya, entah pegimana ceritanya, malah muncul tulisan lama saya di satu tahunan yang lalu. Judulnya: Bintang: We Are Not Game Over Yet. Barangkali kepencet-pencet tutsnya. Memang saya sesekali megang komputer sambil megang Haafidz. Saya menunjukkan satu dua hal di layar komputer sama Haafidz meski saya tahu Haafidz pasti belum ngerti apa-apa. Yah, saya angggap ini kebetulan yang menyenangkan. Tema nya ini tulisan, sama dengan yang mau saya tulis. Barangkali ini "hadiah" Allah buat saya. Amin. Terima kasih ya Allah, Engkau berkenan memberikan kemudahan bagi saya.

Peserta KuliahOnline yang dirahmati Allah, saya itu niatnya mau nulis tentang tema-tema kedekatan diri kepada Allah, yang diawali dengan ikhtiar untuk kembali kepada Allah dan mencari Allah. Ini adalah rangkaian perjalanan tauhid dari yang saya pelajari. Lah koq ndilalahnya, tulisan ini muncul. Dan tulisan ini, sudah lengkap. Saya tinggal memberi pengantar saja kepada saudara-saudara semua. Alhamdulillah, hari ini, 29 Oktober 2008, materi kuliah bisa diupload. Meski yang saya upload ini bukan materi baru. Tapi, sungguh isinya amat berkesuaian. Saya sudah membacanya ulang. Alhamdulillah, emang dia sesuai dengan yang saya inginkan.

Tulisan berjudul "Bintang: We Are Not Game Over Yet" ini bertutur tentang perjalanan seorang anak manusia yang kembali kepada Allah. Saya mengisahkan kisah ini, saat itu (saat tulisan ini dibuat, web admin) sedang ada pertemuan internal pesantren ketika saya mengumumkan akan memperbanyak waktu di pondok (cut-off jadual ceramah) dan mulai merilis kuliah wisatahati.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai motivasi buat yang sedang bermasalah. Dan karena tidak semua orang bermasalah, maka gunakanlah pembelajaran ini sebagai modal memotivasi orang juga. Negeri ini butuh banyak motivasi, begitu saya bilang di tulisan ini. Apalagi, kita-kita ini adalah manusiamanusia yang bisa jatuh bangun, bisa di atas dan bisa di bawah. Insya Allah pelajaran ini sebagai persiapan adanya andai hidup kita betul-betul sedang bermasalah. Tentu saja kita meminta kepada Allah supaya hidup kita terhindar dari masalah. Khususnya, masalah yang tidak mampu kita tangani.

Mudah-mudahan Peserta KuliahOnline bisa memetik hikmahnya. Amin.


***


Masalah hidup itu sunnatullah. Biarlah ia ada, asal Allah sediakan jalan keluarnya. Dan Allah, sebagai Pemilik Kehidupan ini, terkadang membiarkan kejadian-kejadian buruk menimpa kita, untuk sesuatu maksud di kemudian harinya. Mudah-mudahan kita mampu menemukan segala hikmah kejadian hidup, dan diberikan kekuatan serta kesabaran menghadapi semua ujian hidup ini.

Ga kebayang kalo saya akhirnya bisa sampe Ujian Akhir, he he he. Pagi ini, sebentar lagi, saya akan segera menutup komputer untuk segera bersiap-siap ke kampus untuk ujian. Ya, sebagaimana saya katakan di atas, hari ini, 29 Oktober 2008, saya akan ujian akhir, sebelum sidang skripsi. Mohon doanya ya.

Tahun 1999 saya di-DO. Saya mengingat sekali peristiwa ini. Sebelum kejadian, berbilang 4 semester saya tidak daftar ulang kala itu, kalau dhitung dari 1997. Saya ingat, 1997 saya masih sempat KKN, dan sudah menulis satu bab mukaddimah untuk skripsi. Tapi cita-cita menyelesaikan S-1, kandas. Karena saat itu saya sedang lari sana lari sini. Berlari dari urusan-urusan yang membebani pundak.

Banyak hal yang saat itu kocar-kacir karena menjadi the looser. Salah satunya ya perkuliahan. Berantakan. Berdasarkan pengalaman itu, saya kemudian memotivasi kawan-kawan yang sedang bermasalah, untuk menghadapi saja itu persoalan yang dihadapi. Ini justru untuk memangkas perjalanan waktu dan tidak menyia-nyiakan masa depan. Semua kesulitan harus diakhiri. Dan salah satu cara efektif untuk menyelesaikan semua kesulitan adalah justru dengan menghadapinya. Ketika ombak datang, janganlah kita berlari. Sebab ombak itu justru akan menyeret kita, menarik kita, dan menenggelamkan kita di lautan. Sambutlah ombak itu sebagai perjalanan kemenangan. Jadilah pemenang! Be a winner! Ketika kita sanggup menyambut ombak itu, dengan penuh ketenangan dan persiapan tentunya, kelak kita justru akan berada di atas ombak, dan bisa mengendalikan ombak itu. Itulah kesejatian menghadapi masalah.

Saat itu saya termasuk yang lari sana lari sini. Akhirnya saya menyerah di balik sel. 2 tahun saya menjalani hidup yang jauh dari matahari, mulai dari lari sana lari sini, hingga tertahan di "kamar sempit". Dalam perjalanan 2 tahun itu, banyak yang termakan. Tentu tidak ada yang harus saya sesali. Sekian waktu saya kumpulkan energi lagi, akhirnya ketika saya dapati, ya saya songsong. Alhamdulillah, akhirnya memang saya "kalah". Tapi saya kalah hanya untuk sementara waktu. Saya yang datang dengan bekal sangat minim, berkeinginan sekali memenangkan hidup ini. Bekal saya adalah keyakinan. Bahwa insya Allah hidup ini belum akan berakhir. Bekal saya meski boleh dibilang hanya tauhid kepada Allah, tapi ini merupakan bekal sebekal-bekalnya bekal. Bekal yang benar. Ia mampu memotivasi banyak hal dalam kehidupan saya. Bahwa Allah itu Sangat Kuasa terhadap hidup saya dan jalan hidup saya. Saya memilih percaya sama Allah ketimbang percaya pada nasib. Saya serahkan semua urusan kepada Allah saja. Yang begini ini nih, ada spirit yang sama di tulisan yang menjadi modul utama KuliahOnline hari ini: Bintang, We Are Not Game Over Yet.

Di antara secuplik kisah, ada satu cerita nih. Ketika saya mencoba menata kembali hidup saya. Saya melihat bahwa kuliah saya berantakan. Saya pun bismillah melangkahkan kaki ke kampus lagi. Saya tuju DP saya, Dosen Pembimbing saya. Drs. Khaeruddin. Saya utarakan ke beliau bahwa saya ingin kuliah lagi. Ingin menyelesaikan kuliah. Dari beliau, saya disarankan naik langsung ke DR. Ahmad Sukardja, SH, yang saat itu menjabat Pembantu Rektor. Berharap dapat rekomendasi.

Alih-alih dapat rekomendasi, saya malah di-DO.

"Pak, saya ijin menghadap Bapak...", begitu saya bilang ketika sudah berhadapan dengannya, di ruangannya.

Beliau melihat saya, "Ada perlu apa? Silahkan.”

Barangkali beliau bingung, ini ada mahasiswa kecil banget, he he he. Saya ngadep beliau yang bukan saja tinggi jabatannya di kampus, tapi juga tinggi besar orangnya.

"Saya minta rekomendasi Bapak, supaya saya bisa daftar ulang...".

"Kenapa emangnya...?"

Saat saat itu ga bisa jawab. Sebab terlalu panjang. Refleksi kisah selama 2 tahun itu saya tulis di Buku Wisatahati Mencari Tuhan Yang Hilang. Hanya, di tahun 1999, itu buku belum terbit. Saat itu saya benar-benar ga bisa jawab. Ribet saya jawabnya. Saat itulah beliau nanya lagi: "Kenapa minta rekomendasi?"

"Saya tidak daftar ulang 4 semester Pak.”

"Oh... Kalau begitu, itu salah Anda...,” begitu katanya. Datar, tapi tajem. Datar, tapi dalem. Ya saya sadar, salah saya. Makanya saya minta maaf dan minta bantuan beliau.

Belum sempat saya minta maaf, beliau sudah meneruskan, "Pintu keluar di sebelah sana. Anda yang keluar, atau saya yang bukakan...?" Lagi-lagi datar.

Kalimat itu begitu jelas buat saya. Artinya, ya saya tidak dapat rekomendasi itu, dan saya malah clear di-DO.

Secuplik kisah ini, mirip-mirip nanti kisah Bintang yang dikisahkan sebentar lagi.

Saya merasa, saya mendapatkan spirit baru. Susah payah saya pupuk spirit saya. salah satunya di urusan kuliah. Subhaanallaah, ketika saya tapaki lagi, kenyataannya malah di-DO.

Saudara-saudaraku, setiap orang masalah dan bebannya berbeda-beda. Sesuai kadarnya. Bagi saya saat itu, di-DO itu berat sekali. Seakan ini sama saja menguatkan pikiran buruk saya, bahwa dipenjara adalah berakhirnya segala mimpi. Sekarang setelah saya keluar, terulang lagi. Saya menghadap akan meneruskan kuliah lagi. Kemudian bermimpi akan segera ikut sekolah calon hakim, atau menjadi Kepala KUA (he he he), kandas. Saya bingung mau ngapain.

Saya keluar dari ruangan beliau. Cukup lama saya termenung. Saya tidak sanggup menghidupkan motor yang saya sewa dari tukang ojek saat itu. Bukan apa-apa. Saya tidak mau kecelakaan sebab saya banyak bengongnya ketika di atas motor.

Saya mendadak merefleksikan ke belakang, ke hal-hal yang menambah surut dan melemah keyakinan dan semangat saya:

# Ayah asuh saya, yang sedari kecil saya diasuhnya: KH. Sanusi Hasan, tiba-tiba muncul di kepala saya. Teringat kalimat beliau: "Suf, ayah punya anak kandung 7. sama Kamu, jadi 8. Ka Adi (anak beliau yang sepantaran dengan saya, anak ke-5) sama-sama lulus SMA tahun ini. Tapi yang keluar untuk didoakan, adalah Kamu. Supaya Kamu lulus ujian masuk IAIN atau UI. Mudah-mudahan dah Kamu lulus". Saat itu, yang dimaksudkan dengan didoakan, adalah didoakan di Multazam. 1992, ayah asuh itu berangkat menjadi pembimbing haji. Kebayang kan sekarang saya mengecewakannya. Sudah mah saya memberinya "malu", dan bahkan barangkali menyesal sudah mengasuh saya yang malah memberinya kehinaan, sekarang malah lengkap dengan saya di-DO. Bagaimana saya mengatakan hal ini kepada beliau, ini yang melemahkan saya.

# Ibu saya. Wuah, ibu saya ini juga kebayang-kebayang di kepala saya. Ibu saya pernah menunjuk ke sepupu-sepupu saya. Kata beliau, koq yang lain udah pada selesai kuliahnya, sedang saya belum? Ibu Noni, istri dari ayah asuh saya, pun nanya pertanyaan yang sama. Saya mengingat, di tahun 1997 kalau tidak salah, saya pernah memesan satu stelan jas. Saya katakan dengan senangnya ke beliaubeliau, bahwa nanti jas ini akan dipakai saat wisuda dan nikah nanti. Kelak, dua-duanya ini tidak. Jas ini tidak saya pakai di dua peristiwa yang disebut. Apalagi kemudian orang-orang tua saya mengatakan, bahwa kebahagiaan buat hatinya adalah manakala melahirkan dan membesarkan seorang anak, menyekolahkannya hingga selesai kuliah (wisuda maksudnya, web admin) dan kemudian menikahkannya. Kalau saya sudah selesai kuliah, maka "tinggal selangkah lagi" dah urusan orang tua, yakni menikahkan. Subhaanallaah, sedih rasanya saat itu.

Pikiran-pikiran bahwa saya sudah salah memompa motivasi diri, benar-benar menghantui. Saya katakan kepada diri saya, benarlah orang-orang itu semua, bahwa kalau sudah gagal, ya sulit untuk bangun lagi. Kalau sudah pernah salah jadi orang, ya seumur-umur akan menanggung kesalahan itu. Dan masih banyak lagi pikiran-pikiran buruk menghantui.

Alhamdulillah, Allah kasih saya kesejukan hati. Entah darimana datangnya, saya mencoba bangun, bangkit. Saya pelan-pelan memberikan kontribusi pemikiran dan perasaan kepada diri saya sendiri. Yang kali ini datangnya dari arah-arah dan hal-hal yang positif:

# Ga apa-apa gagal diwisuda. Nanti bikin aja sendiri perguruan tingginya. Begitu kata saya memotivasi. Kelak, memang perguruan tinggi yang dimaksud ini berdiri. Saya memilih bermimpi, bahwa ibu saya, ayah asuh saya, keluarga saya, bukan datang di acar wisuda saya, tapi di acara peresmian perguruan tinggi saya. Wuih, satu impian yang membuat saya bisa tersenyum dan melambung tinggi. Buat saya pribadi, lebih baik bermimpi makan keju, daripada makan singkong beneran juga engga, he he he. Kan kata orang lebih baik makan singkong beneran daripada mimpi makan keju. Tapi ya buat saya saat itu lebih baik demikian.

# Saya akan mengatakan kepada keluarga saya bukan saya di-DO, tapi saya akan bilang ke mereka, bahwa saya akan banting setir untuk jadi penulis. Dan kebetulan ayah asuh saya mencintai dunia tulis menulis, sehingga beliau pasti akan senang.

# Saya mau mengatakan kepada keluarga saya, bahwa saya akan mendirikan kursus ini kursus itu, dan kemudian insya Allah akan mengembangkannya menjadi program-program diploma. Syukur-syukur akan jadi perguruan tinggi. Pokoknya saya akan bercerita tentang "dream", daripada cerita tentang kegagalan.

# Saya banting stir ingat satu kumpulan tulisan saya. Saya katakan kepada diri saya, bahwa barangkali Allah telah memilih jalan hidup yang bukan jalan hidup orang kuliahan. Saya disuruh-Nya merampungkan tulisan yang kalau saya kuliah lagi, belum tentu sempat merampungkannya

# Saya mau nerusin saja hafalan al Qur'an saya, dan saya mau katakan kepada ibu saya, ayah saya, ayah asuh saya, keluarga saya, bahwa saya akan mendirikan pesantren saja. Tentu mereka akan bahagia dan mendukung. Sebab bukankah cita-cita mereka semua adalah saya menjadi penerus buyut saya? KHM. Mansur. Dan masih banyak lagi. Yah, begitulah saya berkomunikasi dengan diri saya. memberikan energi yang positif kepada diri saya sendiri.

Waba'du, ini bersesuaian dengan tulisan berikut yang disertakan ini. Kita punya hidup, belumlah berakhir. We are not game over yet.

Ok, saudara-saudaraku sekalian, selamat mengikuti perkuliahan hari ini. Doakan saya yang hari ini ikut ujian di kampus. Supaya dapat A+, he he he. Sebab tanggung nih. Udah kejeda hampir 10 tahun.

Oh ya, saya mau menjeda lagi nih perkuliahan. Sampe tgl 15 November. Saudara boleh tidak suka dengan saya, dan mengatakan, kenapa semena-mena sih ngasih kuliahnya? He he he. Atau kenapa males sih? Maaf ya. Bukan males. Tapi saya ingin meminta kepada Saudara semua, membaca minimal buku saya yang berjudul Wisatahati Mencari Tuhan Yang Hilang. Bagi yang mengaku sudah baca, baca lagi ya. Pelan-pelan. Coba sampe tgl 15 November ke depan, baca-baca lagi buku ini.

Di tulisan berikut ini, dan di tulisan-tulisan di buku Mencari Tuhan Yang Hilang, ada banyak ayat-ayat al Qur'an yang berserakan. Jelajahi juga Qur'annya ya. Mudah-mudahan dijeda bukan berarti berhenti belajar.

Jika berkenan, saya merekomendasikan membaca buku The Miracle, sebagai basis pengantar segala kuliah di KuliahOnline ini.

Carilah buku-buku ini di toko-toko buku terdekat di kota Anda. He he he, terdengar seperti promosi ya? Ya biar saja. Kepentingan saya mah udah bukan lagi kepentingan bisnis. Toh royaltinya udah saya sedekahkan ke pesantren. Jadi, saudara-saudara yang membeli buku saya ini, itu sama saja dengan bersedekah ke pesantren. Bilamana perlu, ya belikan orang-orang terdekat Saudara.

`Alaa kulli haal, atas semua hal, makasih ya. Saya doakan semuanya dalam keadaan diampuni, dijaga dan diberkahi Allah hidupnya. Amin.


***


Bintang
We Are Not Game Over Yet


Kajian Utama:
Qs. al Hadiid: 6
Qs. ath Thalaaq: 3-5
Qs. Aali Imraan: 26, 141-142, 185
Qs. al Fath: 4
Qs. at Tahriim: 8
Qs. an Naml: 62
Qs. az Zumar: 8, 51
Qs. as Sajdah: 21
Qs. al Fajr: 21-30

Kajian Hadits:
Disesuaikan.

Kajian Doa:
Disesuaikan.

Hidup kita belumlah berakhir.
Kalau kita memang masih hidup.
Bangun. Bangkit!
Sesuatu yang terjadi, terjadilah.
Ubah masa lalu dengan menatap masa depan. Apapun yang terjadi, kehidupan tidak berakhir di sini. Kehidupan akan terus berlangsung. Bertaruhlah, bahwa Allah akan membantu perjuangan kita memperbaiki hidup kita. Termasuk memperbaiki segala kesalahan kita di dunia ini.

Dan yang menjadi masalah, bukan berapa buruknya masa lalu kita. Tapi yang menjadi masalah buat kita, adalah seberapa indah masa depan yang akan kita bangun. Selama kita masih hidup, itu tanda bahwa Allah masih memberi kita kesempatan mengubah apa yang mau kita ubah. Bersama-Nya. Bersama Allah Yang Maha Mengubah Keadaan.

Assalaamu'alaikum warohmatuwloohi wabarokaatuh.
Awloohumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi washohbihii ajma'iin walhamdulillaahi robbil 'aalamiin.


Sekarang Saatnya Kembali Kepada Allah.
Tidak Ada Yang Tidak Mungkin Bagi Allah.


"Alam ya-ni lilladziina aamanuu an takhsya-a quluubuhum li dzikrillaahi wa maa nazala minal haqqi, apakah belum tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk membuat hati mereka tunduk mengingat Allah? Dan untuk tunduk terhadap apa-apa yang diturunkan dari kebenaran al Qur'an?"
(Qs. al Hadiid: 16).

Jamaah yang dicintai Allah. Kita harus ambil bahagian sebagai orang-orang yang bisa memotivasi bangsa ini dan diri kita sendiri. Jangan sampai terjadi de-motivasi di bangsa kita, apalagi di diri kita.

Kalau kita lihat sekeliling kita, cukup banyak orang-orang yang putus asa di negeri ini. Banyak orangorang yang kehilangan motivasi dan spirit dalam menjalani hidup ini. Sebagiannya sebab mereka menghadapi masalah hidup yang harusnya tidak menjadikan mereka lemah. Masalah hidup, semestinya mengantarkan "para penikmatnya" untuk kembali kepada Allah.

Koq saya menyebutnya para penikmatnya? Ya, permasalahan hidup kalo dinikmati, malah menyenangkan. Makanya, harusnya, ya dinikmati.

Saya diajarkan oleh kehidupan ini: Berterimakasihlah sebab kita diberi masalah. Sebab kita akan menjadi kuat, kita akan menjadi belajar, dan karunia Allah biasanya akan datang lebih banyak lagi ketika sebelum bermasalah. Asal syaratnya: Sabar, Ikhlas, Syukur.

"Wa mal lam yasykur 'alaa na'maa-ii... siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku... wa lam yashbir 'alaa balaa-ii... dan tidak bersabar di setiap ujian-Ku... wa lam yardhoo bi qodhoo-ii... dan tidak ridha atas Ketetapan-Ku... falyakhruj min tahti samaa-ii... keluarlah dari langit-Ku... wal yathlub robban siwaa-ii... dan carilah Tuhan selain diri-Ku." (Hadits Qudsi)

Dan berterimakasihlah diberi masalah oleh Allah. Banyak yang sesat justru ketika mereka tidak bermasalah, hidup enak, nyaman, tiada rintangan. Lalu Allah beri masalah, hingga mereka ingat kelalaiannya, kesalahannya, kealpaannya.

Saya pribadi, benar-benar thanks to Allah. Berterima kasih diberi-Nya masalah. Perjalanan waktu mengajarkan saya sebuah hikmah yang luar biasa, yang sudah saya tuangkan di dalam buku-buku saya, di antaranya Mencari Tuhan Yang Hilang. Dengan masalah, sisi spiritual saya "lebih hidup", setelah sebelumnya "tidak terlalu hidup" untuk tidak mengatakan sudah "separuh mati". Bahkan, dengan Allah anugerahkan masalah, betullah kenyataan yang saya saat ini nikmati, Allah menghadiahkan bisnis yang halal buat saya, Allah hadiahkan jalan dakwah buat saya, dan Allah berikan saya keluarga dan jamaah yang menyenangkan. Itu semua adalah buah dari perjalanan masalah yang orang-orang lebih sering mengeluhkannya ketimbang mensyukurinya.

Dan bisa dibilang Majelis Wisatahati dan Kuliah Wisatahati pun berawal dari masalah. Perjalanan masalah saya pribadi, dan perjalanan masalah-masalah para jamaah yang datang konseling ke majelis Wisatahati, melahirkan modul-modul Kuliah Wisatahati ini.

Bintang:
Perjalanan Kehidupan Berbuah Hikmah


Kisah Bintang, kisah yang menjadi pembelajaran di dalam Pengantar Kuliah Wisatahati ini, mudah-mudahan berhasil membangun Motivasi & Spirit kita semua yang mengikutinya. We're not game over yet, begitu saya sering bertutur, yang kemudian dijadikan judul dari bahagian modul perkuliahan Wisatahati. Kisah Bintang ini sudah memotivasi diri saya sendiri, bahwa hidup belumlah berakhir seperti yang kita bayangkan, andai kita masih diberi-Nya karunia untuk hidup. Bagi merekamereka yang bermasalah, kadang tanpa mereka sadari, kehidupan baru justru baru saja mereka mulai! Ada kekuatan di balik permasalahan yang Allah hidangkan dalam hidup kita.

Dan saya mengisahkan kisah Bintang, untuk mengajarkan kepada diri saya, bahwa tidak ada kata terlambat untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah. Allah teramat Kuasa. Jika ada sesuatu yang kita sebut tidak mungkin, maka kata-kata tersebut tidak berlaku untuk Allah.

Terutama saya mengisahkan kisah Bintang ini sebagai pelajaran buat saya, untuk segera bertaubat, seraya memohon ampun dan melayangkan doa kepada-Nya. Agar bukan saja hidup kita senang dan selamat di dunia ini, tapi juga senang dan selamat di negeri akhir.

Sementara itu, banyak di antara kita yang barangkali sedang tidak bermasalah. Alhamdulillah kalo begitu mah. Tapi jangan sampai ternyata keadaannya itu bukanlah keadaan yang sesungguhnya. Artinya, hidupnya sih memang tidak bermasalah, tapi ternyata sebab Allah belum menjatuhkan keputusan-Nya. Padahal hidupnya sendiri bermasalah. Maka mudah-mudahan kisah ini menjadi pelajaran agar betul-betul selamat kita sebab menjadi orang-orang yang senantiasa ingat dan mau terus memperbaiki diri.

Sedikit saya mengingatkan diri saya, bahwa jika masih senang mencari rizki haram, masih merasa harus menempuh cara-cara yang tidak disukai Allah dalam mencari rizki, itu tandanya diri berada dalam keputusasaan juga. Seolah kita tiada iman yang mengajarkan bahwa Allah lah Yang Memberi Rizki hingga menyebabkan kita "putus asa", dan mencari rizki bukan dari jalannya Allah.

Dan bila diri kita sedang tidak bermasalah, lalu diseru kembali kepada Allah, terima, perhatikan. Kalau perlu, dengar, dan taati, sami'naa wa atho'naa. Sebab siapa tahu, kita-kita yang tidak bermasalah inilah sesungguhnya yang lebih membutuhkan nasihat ini, ketimbang mereka yang bermasalah.

Di setiap penulisan buku, di setiap kajian agama, di setiap penuturan kisah-kisah hikmah, dan ketika merumuskan modul-modul perkuliahan Wisatahati, saya usahakan saya sendiri ikut belajar. Sebab diri ini belumlah selesai perjalanan hidupnya. Kepengen sekali di saat berakhirnya hidup, Allah sudah mengampuni segala dosa.

Jamaah yang dicintai Allah. Di tengah kehidupan yang banyak permasalahan dan keinginan, atau bahkan di tengah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja terjadi, isyu tentang "Kembali Kepada Allah", harus senantiasa disuarakan terus oleh siapa saja. Kasihan diri kita kalau sampe jauh dari Allah.


Do'a Kesayangan Saya, Hadiah Dari Ibu.
Untuk Mengubah Keadaan

Jamaah sekalian, sebelum saya kisahkan kisah Bintang, saya mengingat doa berikut ini. Doa yang diajarkan oleh ibu saya, Ibu Humrif'ah Binti Hajjah Rafi'ah Binti KH. Mohammad Mansur Kampung Sawah Jembatan Lima. Doa ini sangat membantu saya. Doa ini diberi ibu saya ketika saya dilihatnya sedang menangisi hidup ini, merasa susah dan sempit nafas oleh sesaknya persoalan dunia yang harusnya tidak menyesakkan batin.

Saya teringat doa ini sebab saya mengingat Anda jamaah sekalian. Saya menyayangi Anda semua. Siapa tahu di antara Anda ada yang membutuhkan doa ini, sebagaimana ketika ibu saya menghampiri saya dan menuliskan doa ini untuk saya:

Awloohumma yaa Fattaahu...

Yaa Awlooh, Yaa Fattaahu... Yang Maha Membuka. Membuka apa saja. Termasuk membuka kesempatan bagi diri kita untuk memperbaiki diri dan membuka harapan di tengah keputusasaan kita, bahwa hidup masih bisa diperbaiki, serta urusan masih bisa dan insya Allah bisa diselesaikan. Kusebut asma-Mu, agar Engkau membukakan segala pintu yang bersesuaian untukku. Termasuk pula kumohonkan agar Engkau membukakan pintu maaf-Mu, pintu ampunan-Mu, untukku, untuk orang-orang tuaku, untuk istriku dan orang tuanya, untuk anak-anakku dan keturunan-keturunannya, untuk keluargaku, dan untuk segenap orang-orang yang kucintai.

Yaa Rozzaaqu...
Wahai Yang Maha Memberikanku rizki.

Yaa Muhawwilal haali..
Wahai Yang Maha Mengubah Keadaan.

Hawwil haalanaa ilaa ahsanil haali.
Ubah keadaan kami yaa Awlooh, kepada keadaan yang lebih baik lagi.

Demikianlah jamaah sekalian. Saya bacakan salah satu doa kesayangan saya ini, agar juga menjadi doa yang mengiringi ta'lim kita. Senantiasa kita mohonkan ridho dari Allah di segala langkah kita, dan memohon agar segala aktifitas kita dicatat-Nya sebagai amal saleh dan ibadah untuk-Nya. Mengalir pahala dan kebaikannya untuk kita, keluarga kita, dan anak-anak keturunan kita.


Cahaya Lampu Yang Melemah

Baiklah jamaah sekalian. Saya mulakan sedikit kisah tentang Bintang ini, sebut saja begitu. Bintang, 40 tahunan, adalah seorang laki-laki, seorang ayah, yang kepayahan ekonomi dan rumah tangganya. Bintang merasa hidupnya semakin gelap dan tidak menentu. Dia di ambang perasaan bahwa hidupnya akan segera berakhir, atau malah ia merasa ia ingin saja segera mengakhiri hidupnya.

Biasa, beban kehidupan memang bisa membuat seseorang kepengen saja rasanya mengakhiri hidupnya. Bunuh diri, seakan menjadi jawaban yang menyelesaikan semua perkara dunia. Rasa malu, rasa takut, hina, tidak punya harapan, dan masih banyak lagi kekhawatiran-kekhawatiran akan keburukan demi keburukan, melekat di hati dan di pikiran.

Orang-orang seperti Bintang seakan-akan tegar, tapi lemah. Sungguh lemah. Dan bertambah lemah apabila ia mengingat keburukannya menghantam kanan kirinya. Ia jaminkan rumah mertuanya. Ia jual tanah orang tuanya. Ia pinjam surat kendaraan besannya. Ia pakai nama kawannya untuk pinjaman ke bank. Para tetangga yang tidak bisa ia kembalikan dananya. Deretan ini menambah lemah Bintang. Ya, Bintang merasa hidupnya akan segera game over, tamat. Ibarat lampu digital, cahayanya melemah. 100, 90, 80, 70... terus turun... 60, 50, 40, 30...


Berdoa Untuk Ketentraman Hati
Berdoa Untuk Ketenangan Hati


Di posisi cahaya tinggal 30 ini Bintang "berkenalan" dengan Doa.

Salah seorang kawannya menasihati dia tentang kekuatan doa:

"Bintang, berdoalah. Berdoa bisa mengubah segalanya. Minimal doa akan menentramkan hati. Kita mengadu pada manusia saja yang kita anggap bisa membantu, insya Allah sudah akan membahagiakan hati, apalagi kalau kita mengadu pada Allah. Manusia belum tentu mau membantu. Tapi kalau Allah sudah pasti mau membantu. Sebab Allah sendiri yang menjanjikan, DIA akan mengabulkan siapa yang berdoa, dan DIA akan menolong siapa yang meminta pertolongan-Nya".

Bintang meyakinkan dirinya, benarkah? Benarkah nasihat kawannya ini? Benarkah Allah akan membantunya bila ia berdoa? Apa iya dia yang merasa dosanya banyak, lalu doanya akan didengar Allah?

Bintang rupanya termasuk orang-orang yang payah dalam meyakini kekuatan doa. Pun payah meyakini Kekuasaan Allah. Yang dihitungnya selalu hitung-hitungan matematis manusia. Berikut ini suara-suara di dalam hati dan pikirannya:

- Tidak akan bangkit.
- Tidak akan sanggup membayar hutang.
- Rumah mertuanya bakal disita.
- Keikhlasan orang tuanya menyediakan tanahnya untuk dijual, sia-sia.
- Akan game over

Itulah suara yang menang, yang ia biarkan muncul menguasai dirinya. Jelas itu adalah sederetan kalimat-kalimat lemah yang ia suarakan sendiri sehingga seakan-akan hidupnya betul-betul sudah tidak memiliki kemampuan apa-apa, dan akan segera berkahir!

Belum lagi tambahan dari terbayangnya wajah-wajah seram para penagih, wajah-wajah memelasnya para istri dari orang-orang yang namanya ia pakai untuk meminjam ke bank. Wuah, komplit.

Wajar juga kalo Bintang merasa dirinya bakal game over. Kita pun belum tentu kuat jika berada di dalam posisi Bintang.

Kita-kita, dengan ragam persoalan hidup kita masing-masing, kadang suara putus asa pun muncul dari dalam diri kita. Yang belum berjodoh, terus saja ia mengipasi diri kita; ga akan punya jodoh, sulit berjodoh, nasibnya jelek, dsb. Buat yang berpenyakitan; tidak akan sembuh, sulit sembuh, ga bakalan sembuh, mending mati saja daripada ngerepotin, dsb. Yang belum kerja; sulit dapat pekerjaan, kudu ada ijazah, kudu ada koneksi, sulit kalau tidak ada kenalan orang dalem, sulit kalo ga pake pelicin, susah dapet pekerjaan yang bener, dsb. Yang belum punya rumah; jangan ngimpi punya rumah, ga mungkin punya rumah, ga bakalannya bisa memiliki rumah yang layak, turunan susah ya susah, sulit kalo ga ada gaji gede mah, dsb. Yang belum punya anak; sudah nasib saya ga punya rumah, ga bakalan bisa, sebab udah lebih dari 8 tahun sih, mandul, dsb.

Bila kita pelihara suara-suara melemahkan ini, niscaya hidup kita akan semakin lemah saja. Lemah tak berdaya, hingga berujung pada putus asa. Maka, jangan biarkan suara ini muncul. Lawan. Lawan dengan iman dan semangat. Lawan dengan keyakinan dan doa.

Di posisi seperti inilah Bintang berkenalan dengan doa. Berkenalan dengan Kuasa dan Kebesaran Allah. Dan memang Allah jugalah yang menancapkan keimanan ke dalam hati hamba-hamba-Nya yang lemah. Memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga berangsur-angsur Bintang percaya dengan kekuatan doa dan percaya akan Kuasa Allah.

Allah membuat perjalanan waktu kemudian ikut juga mengajarkan, bahwa Allah itu ADA. Dan Bintang mau mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bahwa datang kepada Allah adalah jawaban buat segala masalah yang sedang dihadapinya.


Tidak peduli Seberapa Besarnya Masalah Kita,
Allah Sanggup Mengatasinya.


Jamaah yang dicintai Allah. Bintang benar. Berdoa berarti percaya kepada Yang Kuasa. Kalau kita memasrahkan kepada Yang Kuasa, terhadap persoalan berat yang kita hadapi, insya Allah DIA akan mengurus permasalahan-permasalahan kita.

"... Wa mayyatawakkal 'alawloohi fahuwa hasbuh... Dan barangsiapa yang memasrahkan urusannya kepada Allah, niscaya Allah yang akan mencukupkannya.."
(Qs. ath Thalaaq: 3)

Bintang mau meyakini, kalau Allah sudah berkenan, maka segala sesuatu bisa saja terjadi. Terjadi bukan karena perasaan manusia. Terjadi bukan karena apa yang dipikirkan. Dan terjadi bukan karena apa yang diusahakan manusia. Tapi terjadi karena Allah menghendaki itu terjadi.

"Innamaa amruhuu idzaa arooda syai-an ay yaquula lahuu kun fayakuun. Sesungguhnya urusan-Nya jika DIA menghendaki sesuatu, cukup bagi-Nya mengatakan Kun, Fayakuun. Jadi, maka jadilah."
(Qs. Yaasiin: 82)

Dan bukankah Allah sendiri yang bilang, bahwa DIA tidak memiliki batas,

"Innahuu `alaa kulli syai-in qodiir, sesungguhnya DIA Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. `Aali Imraan: 26)

Bintang pun memproses permohonannya. Dia mendekatkan dirinya pada Allah. Di saat situasinya memang menurut sebagian orang tidak lagi bakal selamat. Ya, ketika di awal memohon pertolongan Allah, keadaannya Bintang, memprihatinkan. Tapi alhamdulillah ketenangan Allah masukkan ke dalam hatinya Bintang. Allah berikan kesejukan batin yang luar biasa buat hati Bintang sehingga ia menjadi tegar menghadapi hidup ini.

"Huwalladzii anzalassakiinata fii quluubil mu'miniina... Dialah Allah yang menurunkan ketenangan di hati orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah... liyazdaaduu iimaanamma'a iimaanihim.. supaya bertambah-tambah imannya..."
(Qs. al Fath: 4)

Maka benarlah kiranya ungkapan ini Cukuplah ketenangan mestinya hadir ke dalam hati mereka yang beriman dengan melihat ayat berikut ini:

"Wa mayyattaqillaaha yaj'al lahuu makhrojaa... dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, memelihara dirinya dari apa yang Allah tidak suka, maka Allah akan berikan baginya jalan keluar... wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib... dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tiada ia duga... wa mayyatawakkal 'alawlooh... dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah... fahuwa hasbuh... maka Allah akan mencukupkannya. Innawlooha baalighu amrihi.... sesungguhnya Allah menguasai segala sesuatu... qod ja'alawloohu likulli syai-in qodroo. Allah membuat segala sesuatu itu ada ukurannya."
(Qs. Ath Thalaaq: 2-3)

Bintang memulai babak baru lagi dalam hidupnya. Babak menikmati perjalanan doa, menikmati perjalanan memelihara diri yang biasa kita sebut taqwa, dan menikmati perjalanan pertaubatannya. Lihatlah janji Allah berikut ini yang kemudian dinikmati oleh Bintang:

"... Wa may-yattaqillaaha... Sesiapa yang bertaqwa... yaj'allahuu mi amrihii yusroo... Allah akan menjadikan kemudahan baginya di setiap urusannya.”
(Qs. ath Thalaaq: 4).

"Wa may-yataqillaaha... Sesiapa yang bertawa... yukaffir 'anhu sayyi-aatihi... Allah akan hapuskan kesalahan-kesalahannya... wa yu'dzim lahuu ajroo... dan Allah akan lipat gandakan pahala baginya."
(Qs. ath Thalaaq: 5)

Dalam pada itu, ketika manusia bertaubat, Allah berjanji akan menghapus kesalahannya, memperbaiki hidupnya, serta menyempurnakan segala nikmat-Nya dengan ampunan-Nya. Benarlah juga ungkapan yang mengatakan, cukuplah awal untuk memperbaki kehidupan adalah dengan melakukan pertaubatan.

"Yaa ayyuhalladziina aamanuu... wahai orang-orang yang beriman... tuubuu ilawloohi taubatan nashuuhaa.... bertaubatlah kamu kepada Allah dengan sebenarbenarnya pertaubatan... 'asaa robbukum ayyukaffiro 'ankum sayyi-aatikum... mudah-mudahan Allah Tuhanmu memperbaiki segala kesalahan-kesalahanmu... wayudkhilakum jannaatin tajrii min tahtihal anhaar.... dan memasukkan kamu semua ke dalam surga-Nya yang mengalir di bawahnya sungai-sungai... yauma laa yukhzillaahunnabiyya waladziina aamanuu ma'ahuu... pada hari di mana Allah tidak akan mempermalukan para nabi dan orang-orang yang bersamanya... nuuruhum yas'aa baina aydiihim wa biaymaanihim... cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka... yaquuluuna robbanaa atmim lanaa nuuronaa... mereka berkata wahai Tuhan kami sempurnakanlah untuk kami cahaya kami... waghfirlanaa... dan ampunilah kami... innaka 'alaa kulli syai-in qodiiir... sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(Qs. at Tahriim: 8).


Allah, Tuhan Yang Memberi Harapan
Mestinya Kita Rindu Pada-Nya


Setelah perkenalannya dengan doa dan Kekuasaan Allah, sesuatu merayap dalam hatinya Bintang. Sesuatu yang membesarkan hatinya. Sesuatu yang tiba-tiba saja sanggup membuat dia merasa hidupnya masih punya harapan. Allah memang Maha Memberi Harapan. Sedikit saja harapan Allah bentangkan bagi hamba-Nya, maka harapan itu akan "menghidupkannya" kembali.

"Ammayyujiibul mudhthorro idzaa da'aahu... siapa yang menghilangkan kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya... wa yaksyifussuu-a... dan siapa yang menghilangkan kesusahan apabila ia berdoa kepada-Nya...?"
(Qs. an Naml: 62)

Bintang disergap kerinduan yang mendalam kepada Allah.

Jamaah yang dicintai Allah. Ada seseorang yang mengalami kesusahan sebab Allah mempergilirkan kesusahan itu sebagai ujian hidup. Tapi tidak sedikit manusia yang susah sebab ia mengundang sendiri kesusahan itu datang ke dalam kehidupannya. Bintang termasuk yang mengundang sendiri kesusahan tersebut. Alhamdulillah kesadaran Allah bersitkan di hatinya.

"Fa ashoobahum sayyi-aatu maa kasabuu... Maka mereka ditimpa akibat buruk perbuatan buruk mereka sendiri... walladziina dzolamuu min haa-ulaa-i sayushiibuhum sayyi-aatu maa kasabuu... dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat dari apa yang mereka usahakan... wa maa hum bimu'jiziin... dan mereka sekali-kali tidak akan bisa melepaskan diri."
(Qs. az Zumar: 51)

Dan tiba-tiba saja terbentang lembaran-lembaran dari hari-hari yang sudah dia jalani. Dia melihat dengan jelas, shalat tiada tertegak dengan baik. Tertegak qaamuu kusaalaa, tertegak seperti orang malas. Shalat seadanya, dengan sikap tidak sempurna. Masjid, mushalla, jarang dia datangi untuk shalat berjamaah. Untuk shalat sunnah? Wuih, betul-betul jarang dia lakukan. Bintang terus melihat dirinya. Ta'lim-ta'lim, dengan alasan sibuk tiada waktu, jarang ia hadiri. Batinnya benar-benar kosong dari Allah. Kesuksesan sedikit yang sudah Allah berikan, sudah melalaikannya dari Allah.

"Ah, Allah sudah saya nomor sekiankan. Kayaknya kesusahan saya adalah panggilan Allah bagi saya agar saya kembali pada-Nya," begitu kata Bintang pada dirinya sendiri.

"Walanudziiqannahum minal 'adzaabil adnaa duunal adzaabil akbari la'allahum yarji'uun, Kami timpakan sebagian akibat buruk yang manusia lakukan sebelum siksaan yang sebenarnya datang, tidak lain agar mereka kembali."
(Qs. as Sajdah: 21)

Bintang ikhlas dengan keadaannya. Bintang ikhlas menerima kesusahannya. Dengan mantab, ia ambil wudhu sebagai permulaan, dan ia tegakkan shalat sunnah taubat. Ia bertaubat kepada Allah dari seluruh dosa yang sudah ia buat. Ia bertaubat kepada Allah. Ia bertaubat sudah pernah berburuk sangka kepada-Nya. Ia bertaubat pernah mengutuk Allah, tanpa dia sadari. Ia bertaubat pernah tidak ikhlas menerima dirinya bisa ditipu sana ditipu sini, hingga ia hancur. Ia pun bertaubat pernah punya perasaan jelek kepada Allah: Mengapa katanya, jika Allah ada, koq tidak menjaga diri-Nya? Dan membiarkan orang zalim bisa berlenggang menzalimi manusia yang lain termasuk dirinya?

Dengan sebab kesadarannya, Bintang bertaubat. Ia mengakui bahwa sesungguhnya ia sendiri yang sudah tidak bersyukur pada-Nya. Akhirnya ya wajar Allah tarik segala nikmat dari-Nya.


Kembali Kepada Allah


Bintang kembali pada Allah. Dan memang seharusnyalah kita kembali kepada Allah sebelum terlambat. Kesusahan dunia saja sudah membuat kita menjadi susah, apalagi nanti kesusahan akhirat. Jamaah sekalian, mari kita lihat firman Allah di Surah al Fajr. Setelah Allah menceritakan tentang kehancuran ummat-ummat sebelum kita, dan sebab-sebabnya, lalu di ujung akhir surah, Allah mengatakan seperti ini:

"Kallaa... jangan sampe telat bertaubat... idzaa dukkatil ardhu dakkan dakkaa... apabila bumi digoncangkan berturut-turut... wa jaa-a robbuka wal malaku shoffan shoffaa... dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris... wa jii-a yaumaidzim bijahannama.. dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahannam... yaumaidziy yatadzakkarul insaanu... dan pada hari itu teringatlah manusia akan apa-apa yang telah ia perbuat selama di dunia... wa annaa lahudz dzikroo... akan tetapi tidaklah berguna lagi itu semua bagi manusia. yaquulu yaa-laitanii qoddamtu lihayaatii... dan dia mengatakan alangkah baiknya kiranya jika aku dahulu mengerjakan amal saleh untuk hidup yang sekarang ini. fayaumaidzil laa yu'adzdzibu 'adzaabahuu ahad... pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksaan-Nya."
(Qs. al Fajr: 21-26)

Itulah jamaah sekalian, Allah mengingatkan kita untuk segera kembali kepada Allah. Supaya kita tidak sempat melihat neraka. Na'udzu billaah tsumma na'udzu billaah. Jangankan masuk neraka. Kalau bisa, melihat neraka pun jangan. Untuk itu, marilah jamaah semua, kita bersama-sama saling mengingatkan agar menyegerakan diri kembali kepada Allah. Supaya kita kembali dalam keadaan yang Allah sudah ridho kepada kita:

"Yaa-ayyatuhannafsul muth-mainnah... wahai jiwa-jiwa yang tenang.. irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah... kembalilah pada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya... fadkhulii fii 'ibaadii... masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku... wadkhulii jannatii... dan masuklah ke dalam surga-Ku.
(Qs. al Fajr: 27-30)


Bila Kita Istiqamah, Allah Pasti Menolong
Kalau Sudah Ditolong, Jangan Lupakan Yang Menolong


Bintang susah, lalu dia ingat kepada Allah. Bintang kemudian kembali kepada Allah, dan memperdengarkan semua keluhannya kepada Allah. Alhamdulillah. Demikian jugalah kita berdoa semoga kita adalah orang-orang yang bisa kembali kepada Allah.

Dan jamaah yang dicintai Allah, kita pun kadang berada di posisi Bintang seperti ini. Maka tidak bosan saya mengingat diri saya, dan jamaah semua, bahwa doa kita semua didengar Allah. Kalau kita kembali pada Allah, dan memohon pertolongan-Nya, niscaya DIA akan mendengar dan mendengar terus permohonan dan keluh kesah kita. Namun, ketika semua badai telah berlalu, janganlah kita melupakan Allah lagi. Kalau kita melupakan Allah setelah ditolong-Nya, berat untuk kita untuk menjadi hamba-Nya yang diingat-Nya lagi.

Dengarlah wahai hatiku, wahai diriku, dan juga Anda semua para jamaah sekalian. Dengarlah ayat Allah berikut ini:

"Wa idzaa massal insaanu dhurrun... dan jika manusia ditimpakan kesulitan... da'aa robbahuu muniiban ilaihi... dia akan berdoa kepada Allah seraya bertaubat kepada-Nya... tsumma idzaa khowwalahuu ni'matan minhu nasiya maa kaana yad'uu ilaihi min qoblu... tapi kemudian jika sudah diberikan nikmat-Nya kembali, dia lupa bahwa dia pernah berdoa sebelumnya..."
(Qs. az Zumar: 8)

Kita berlindung, mudah-mudahan Allah senantiasa menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang ingat pada-Nya, dan bersyukur. Ingat dan bersyukur, dengan menjadikan diri kita tidak lagi gampang berbuat maksiat dan enteng untuk beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Kita pun berdoa semoga keistiqamahan Allah berikan kepada kita.

Menjadi sulit kita istiqamah -- lurus, lempeng -- jika kita hanya ingat pada kesenangan saja. Tapi khususnya bagi Bintang dan orang-orang seperti Bintang, yang pernah tahu bagaimana rasanya jadi orang susah, tentu kalau ingat kondisi ini, akan berusaha menjadi orang-orang yang selalu dijaga dan ditolong-Nya. Insya Allah amin.


Titik Balik Yang Penuh Ujian


Jamaah yang dicintai Allah, hari-hari berikutnya Bintang hanya fokus kepada Allah. Ia memasrahkan segalanya. Ia tahu, bahwa ia bakalan game over. Tapi kali ini ia songsong "kematiannya", seperti prajurit Allah yang kepengen syahid di jalan-Nya.

Kejadian ini terjadi ketika lampu digital itu, berada di titik 30. Begitu kira-kira yang disampaikan di atas. Bahwa, ibarat lampu digital, cahaya kehidupan Bintang turun drastis. Dari angka 100, ke 90, 80, 70, 60, 50, 40, hingga ke titik 30. di titik 30 inilah Bintang da'aa robbahuu muniiban ilaihi, Bintang menyeru Allah dan kembali pada-Nya.

Inilah titik baliknya Bintang.

Secara teori, cahaya lampu itu akan naik kembali, seiring dengan kembalinya Bintang kepada Allah, Tuhannya. Dari titik 30, naik jadi 40, 50, 60, 70, 80. 90, hingga terus ke titik 100.

Begitukah yang terjadi...?

Mestinya. Tapi tunggu dulu!

"Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa ya'lamillaahul ladziina jaahaduu minkum wa ya'lamash shoobiriin, Apakah kalian mengira akan masuk surga? Sedang belum nyata bagi Allah bahwa kita adalah orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dan belum nyata bagi Allah bahwa kita adalah termasuk orang-orang yang sabar."
(Qs. Aali Imraan: 142)

Ya. Tunggu dulu. Secara teori sih harusnya titik balik Bintang di titik 30 itu mestinya menjadi starting poin untuk dia naik lagi posisi kehidupannya. Tapi apa boleh buat. Yang terjadi ternyata tidak begitu. Cahayanya malah makin melemah... 30, 20, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1... dan... 0. Akhirnya malah "Game" beneran.

Rumahnya disita. Mending kali kalo rumahnya sendiri. Ini rumah yang disita adalah rumah mertuanya hingga maaf, membuat mertuanya menyumpahi dia tiada henti. Jangan lagi ditanya ruko yang disewanya, yang memang sudah lama tidak diisi sebab tidak lagi beroperasi. Jangan tanya mobil dan motor yang memang juga sudah lama tidak lagi ada di garasinya. Semuanya habis. Bahkan Bintang mendekam beberapa saat di sel polisi. Diperkarakan oleh satu dari sekian lawannya.

Istri dan anak-anaknya? Berantakan.

Apakah Bintang putus asa? Namanya juga manusia, Bintang limbung. Sesaat ia seperti kembali ke titik nadir. Perjumpaannya dengan Allah, dan kembalinya dia kepada Allah, seakan-akan percuma. Dia merasa, seperti yang suka disuarakan juga oleh orang-orang yang lemah imannya dan tidak bertauhid yang baik, bahwa Allah ternyata tidak mendengar. Doa sudah dipanjatkan, tapi kenapa kehidupan tetap berakhir buruk?

Dan Bintang menemukan keadaan dia ini, ketika dia sudah berada di dalam sel. Rupanya ini memang titik balik. Tapi titik balik yang penuh dengan ujian.


Allah Tidak Akan Membiarkan Hamba-Nya
Sendirian Dalam Menjalani Ujian Kehidupan


Allah memang senantiasa menguji hamba-Nya. Tapi Allah tidak akan membiarkan hamba-hambaNya sendirian dalam menjalani ujian hidup ini. Allah akan selalu menemani. Kitanya saja yang perlu mengenali bahwa Allah begitu dekat dalam kehidupan kita. Dia akan selalu memperhatikan kita, menjaga kita, dan menyayangi kita..

Di dalam sel, hampir saja ia meratapi keadaannya berlama-lama. Tapi untunglah Allah memberinya pelajaran. Sebuah pelajaran yang mengajarkan bahwa Bintang masih hidup. Dan kalau masih hidup, Bintang masih bisa mengubah keadaan hidupnya.

Dengan cara apa Allah mengajarkan Bintang?

Dengan kematian.

Kematian bagaimana?

Allah menolong Bintang. Kawan satu selnya, ada yang mati. Mati di sel, di mana Bintang berada satu kamar dengannya. Ia melihat proses kematian kawannya ini, hingga kemudian dikeluarkan dari sel.

Bintang histeris dalam kesunyiannya. Ia tidak bisa bicara. Ia tertegun. Ia adalah Bintang. Bukan kawannya yang mati tersebut. Bintang terguncang kesadarannya untuk kesekian kalinya, bahwa ia tidak pantas meratap, tidak pantas cengeng. Sebabnya apa? Sebabnya ya itu, Bintang masih hidup!

"Kullu nafsin dzaa-iqatul maut... tiap-tiap jiwa akan merasakan mati... wa innamaa tuwaffauna ujuurokum yaumal qiyaamah... dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu... faman zuhziha 'aninnaari wa udkhilaljannata... maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukka ke dalam surga... faqod faaza... maka sungguh dia telah beruntung... wamalhayaatuddunyaa illaa mataa'ul ghuruur... dunia ini tidak lain adalah kesenangan yang menipu."
(Qs. Aali Imraan: 185)

Jamaah sekalian, Bintang meresapi kata per kata firman Allah ini. Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Sedangkan dia masih hidup. Dia telah bertaubat dan kembali kepada Allah. Bila pun dia mati, Bintang paham, tentu Allah akan menyempurnakan pahala dan kebaikannya di hari akhir. Siapa tahu bisa membebaskan dia dari api neraka yang apinya ia pernah nyalakan dengan maksiatnya di dunia.

Lalu, jika neraka dijauhkan, alias dengan bangkrutnya ini dia selamat dan bisa bertaubat kepada Allah, sungguhpun secara dunia ga bisa naik lagi, sesungguhnya Bintang harus merasa faaza, merasa beruntung. Bukanlah benar kata Allah? Bahwa dunia ini hanya kesenangan yang menipu. Buat apa dia naik lagi derajat kehidupannya, kalau kemudian dunia menipunya kembali dan menghempaskannya ke neraka?

Allah yang mengajarkan manusia dengan ilmu-Nya. Subhaanaka laa `ilma lanaa illaa maa `allamtanaa innaka antal `aliimul hakiim, Maha Suci Engkau. Tidak ada ilmu buat kami kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Bintang selamat, karena Allah yang menghendaki keselamatan itu...

Di hati Bintang, ayat Allah berikut: "Am hasibannaasu ay-yutrokuu ay-yaquulu aamannaa wahum laa yuftanuun", berbunyi. Bahwa kata Allah mereka yang mengatakan iman, akan diuji terlebih dahulu. Bintang mengamini. Allah menguji kepulangannya dulu ke Allah. Bintang memaklumi bahwa Allah menguji dulu kembalinya dia ke Allah. Hitung-hitung mengasah imannya, bahwa setelah nanti kesulitan terlewati, dia akan menjadi individu yang penuh syukur. Apalagi Bintang menyadari bahwa inilah barangkali tempaan juga bagi dirinya di mana Allah menghendaki dirinya masuk surga beneran. Kelak ketika kematian menjadi haknya. Yakni tempaan kesabaran. Dan ia yakini, bahwa bukan saja ia akan menjadi orang-orang yang bersyukur dengan tidak lagi gampang melakukan kesalahan, namun juga akan berusaha melakukan kebaikan, sebagai bentuk jihad di jalan Allah. Malah kalau perlu ia akan gunakan kesempatan demi kesempatan yang Allah berikan, untuk berdakwah dan menyiarkan agamanya Allah. Hingga nyatalah ayat berikut ini juga di hati Bintang:

"Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa ya'lamillaahul ladziina jaahaduu minkum wa ya'lamash shoobiriin, Apakah kalian mengira akan masuk surga? Sedang belum nyata bagi Allah bahwa kita adalah orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dan belum nyata bagi Allah bahwa kita adalah termasuk orang-orang yang sabar."
(Qs. Aali Imraan: 142)


Charge Your Life!
We Are Not Game Over yet!


Jamaah yang dicintai Allah, akhirnya Bintang memang tahu, sebenernya his life isn't game over yet. Entahlah, apa Bahasa Inggrisnya ini bener, he he he. Tapi rasanya mah bener. Maksudnya, hidupnya belonan game over. Bintang masih hidup. Akhirnya ia berprasangka sangat positif kepada Allah, bahwa memang amalnya tidak mencukupi untuk mengangkat cahaya lampunya. Akhirnya ia meneruskan riyadhahnya.

Keanehan terjadi lagi. Sesuatu merayap kembali dalam batinnya. Memenuhi rongga-rongga hati dan pikirannya. Tiba-tiba lagi Bintang menjadi bersemangat menjalani hidupnya. Hidupku bukan berakhir di sini! Begitu teriakan batinnya.

Luar biasa. Jamaah sekalian, mestinya kita begini. Hidup ini terlalu singkat kalau kita isi dengan keluhan dan keluhan. Ketidakberdayaan adalah ciptaan kita sendiri. Kalau kita bersandar kepada Allah, dengan penyandaran yang sempurna, maka kita akan kuat. Kita akan tabah. Kita akan sabar. Bahkan mungkin, secara bercanda, kita akan menikmati seluruh penderitaan kita, sebagai bayaran dari pengkhianatan kepada Allah saja. Nanti, kalau sudah impas, maka kehidupan akan berjalan normal kembali. Mengeluh, akan menghalangi karunia Allah datang kepada kita. Dan memang, mengeluh, akan membuat perjalanan kesusahan kita akan terasa semakin panjang saja.

Lebih baik kita suarakan pelan kalimat ini. Pelan. Tapi hunjamkan sedalam-dalamnya di hati: "Hidup kita belum berakhir. Angkatlah dagu kita. Tatap masa depan dengan penuh semangat. Lihatlah, akan selalu ada pertolongan Allah yang kita butuhkan. Subhaanawlooh!"


Jangan Surut, Jangan berhenti.
Teruskan. Perjalanan Belum Usai.


Jamaah sekalian, kelihatannya pertaubatan Bintang tidak berhasil membawanya keluar dari kesulitan ya? Buktinya dia habis. Habis segala-galanya.

Benarkah demikian?

Kita lihat saja apa yang terjadi kemudian dengan Bintang.

Sebelum saya menceritakan terus kisah Bintang, di episode setelah pertaubatannya yang kelihatannya "tidak membuahkan hasil", kita pahami dulu satu hal: Bahwa apapun butuh perjalanan. Butuh proses. Dan perjalanan itu, proses itu, termasuk perjalanan pertaubatan, dan proses menuju sukses dunia akhirat, perlu kesabaran dan keyakinan. Tinggal kemudian apakah Bintang bisa menyabari dirinya dan tetap yakin Allah pasti akan menolongnya? Tergantung. Yakni tergantung Bintang sendiri. Apakah perjalanan ini akan ia teruskan atau berhenti sampai di sini. Jika Bintang berhenti sampai di sini, maka langkahnya akan benar-benar berhenti. Sedangkan langkah kita tidak akan pernah berhenti, hingga kemudian maut yang benar-benar menghentikan langkah kita. Selamanya.

Maka, bila keadaan seperti Bintang ini yang kita hadapi, bahwa ketika kita kembali kepada Allah, atau sedang meniti jalan-Nya, justru kualitas hidup kita makin menurun, bersabarlah. Barangkali Allah memang benar sedang menguji kita.

Atau kemungkinan lain?

Yakni bahwa Allah hendak membersihkan kita:

"Walayumahhishowloohul ladziina aamanuu... agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman..."
(Qs. Aali Imraan: 141)

Wallahu a'lam. Ga tahu. Hanya Allah Yang Tahu.


Kehidupan Akhirat Yang Lebih Kekal
Harus Lebih Kita Pikirkan Ketimbang Kehidupan Dunia


Waba'du, betapapun hidup di dunia ini tidak boleh kita sulit, dan boleh kita meminta agar Allah mencabut kesulitan dunia kita, namun, agaknya kita harus paham, kehidupan akhirat yang lebih kekal itu yang harus kita lebih pikirkan. Insya Allah ini lebih menentramkan. Hingga akhirnya kita bisa mengatakan dengan penuh ketawadhuan kepada Allah:

"Ya Allah, andai kesulitan ini justru akan meringankan dosa kami, maka kami ridha ya Allah. Daripada masih ada yang Engkau tunda dari hukuman kami. Ya Allah, andai segala kesusahan yang kami hadapi ini menjadi penebus segala kesusahan kami di hari kiamat, maka biarlah kesusahan ini kami terima. Berikanlah ampunan dan maaf-Mu untuk kami sebab kami sabar menerima segala ketetapan-Mu".

Subhaanallah, indah betul jika kita bisa menyuarakan kalimat ini.


Bagaimana Nasib Bintang Selanjutnya?
Bukan Bangkit dari Titik 30
Tapi Bangkit Dari Titik 0!


Jamaah sekalian, yang mudah-mudahan Allah jaga supaya tidak terjadi de-motivasi dalam kehidupan ini. Sejatinya, kita bisa memulai dari mana kita mau memulai. Tidak perduli di posisi apapun, perubahan itu bisa dimulai. Kebangkitan itu bisa dimulai. Dan ketika kita mau mengubah hidup ini, dan memulai untuk bangkit kembali, lakukan bersama Allah dan RasulNya.

Di kisah pertengahan tadi, kita rupanya menganggap titik balik Bintang adalah di angka 30. Begini, sudah diibaratkan di atas, bahwa ibarat lampu digital, kehidupan Bintang terus meredup. Dari 100, hingga ke titik 30. Di titik 30 inilah Bintang sadar, dan kembali kepada Allah. Di titik 30 ini pula Bintang memulai segala riyadhahnya untuk menembus langit. Segala upaya ia lakukan untuk bisa memulihkan stamina dan kehidupannya. Tapi apa daya, redupnya cahaya itu hanya sebentar ia rasakan, hingga kemudian ia tidak bisa menahan untuk terus dan terus meredup... 30, 20, 10, 9, 8, 7, 6, 5... hingga kemudian mencapai titik terendah yaitu 0.

Ketika Bintang berposisi 0, ia merasa sudah tamat.

Diceritakan bahwa Allah memang Maha Menjaga dan Memberi Pengajaran. Allah jaga imannya Bintang. Allah jaga harapannya Bintang. Yakni dengan Allah memberi pengajaran buatnya. Kawan satu selnya ada yang mati. Dan ini yang membuat Bintang sadar bahwa dirinya sesungguhnya belum mati. Kalau belum mati, berarti belum tamat pengertian tamat yang sebenarnya.

Bintang sadar. Titik baliknya bukan di 30! Tapi di 0! Maka perjalanan pun ia lanjutkan. Subhaanawlooh!

Bintang memulai kembali riyadhahnya. Dan alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Dia Yang Maha Mengangkat dan Meninggikan. Dia juga Yang Maha Memuliakan dan Maha Menghinakan. Bintang merasa bahwa cahayanya yang sudah di titik 0, mulai merayap naik. Pelan, tapi pasti: 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5.... 1, 2, 3, 4, 5... 10, 20, 30....

Bintang kemudian keluar dari selnya. Ia bebas. Di dalam sel, ketika menjadi tahanan, ia berupaya keras mendekatkan diri kepada Allah. Dan ketika sudah keluar, ia tidak mau kehilangan Allah lagi.

Di dalam penderitaannya, Bintang belajar, bahwa kedamaian dan ketenangan, lebih dari segala apa di dunia ini. Dan kedamaian serta ketenangan itu bisa didapat dengan menjaga dan menyuburkan iman, dan hidup dalam kebersyukuran. Wajar dulu ia kehilangan kedamaian dan ketenangan. Sebab hilang iman dan syukurnya.


Bintang Keluar Sebagai Pemenang


Begitu keluar dari sel, ia keluar sebagai Bintang "yang baru". Penuh semangat, percaya diri, dan ikhlas. Dan kemudian ia mendapati dirinya sebagai pemenang!

Bintang melangkah dulu ke orang tuanya, minta restu. Ia kemudian melangkah ke istri dan anakanaknya. Meminta mereka ikut bersamanya. Bersama membangun kembali ekonomi keluarga.

Bintang memulai kehidupannya dengan menjadi penjual bensin eceran. Kecil-kecilan.

Semua telah hilang, tapi ia merasa berkah. Diganti sama Allah dengan karunia iman. Dan ia relatif lebih bahagia.

Itulah cerita seorang Bintang, kira-kira 10 tahun yang lalu.

Kini Bintang gagah banget. Pom bensin, atau SPBU, ia punya. Ditambah beberapa waralaba minimarket yang dikelola istrinya. Proyek-proyek lain yang sifatnya dadakan pun kerap ia terima, yang menambah pundi perbendaaraan rizki dari Allah. Allah memang Maha Besar. Jalan rizki memang Allah yang punya. Bukan manusia. Masa depan pun Allah yang punya. Buan manusia.

Segala puji buat Allah. Titik 0 baginya, bukan titik habis. Tapi ternyata justru momentum buat bangkit lagi.

Innawlooha Ma'anaa.

Sesungguhnya Allah Selalu Bersama Kita.

Jamaah sekalian. Di ujung Kuliah Pengantar kita, saya ingin berseru kepada diri saya, dan kepada Anda semua yang saya cintai karena Allah: Sisakan semangat, bahwa hidup masih bisa ditata. Sisakan semangat bahwa hidup belum berakhir. Dan sisakan semangat, bahwa Allah masih bersama kita, dan tetap akan bersama kita. Innallaah ma'anaa, sesungguhnya Allah bersama kita. Ini yang harus selalu disuarakan di hati kita.

Sampai jumpa di semua modul Kuliah Wisatahati. Semoga Allah membukakan segala pintu pertolongan-Nya buat kita semua. Dan kepada Allah juga segala hikmah dan ilmu, serta iman dan keyakinan, kita mintakan. Mohon maaf atas segala kesalahan. Tiada ilmu kecuali adalah apa yang Allah ajarkan kepada kita semua. Kebenaran adalah datangnya dari Allah. Kesalahan adalah asalnya dari diri yang penuh khilaf ini.

Walhamdulillaahi robbil 'aalamiin.

Wassalaamu'alaikum warohmatuwloohi wabarokaatuh.

No comments:

Post a Comment