Modul Kuliah : Kuliah
Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi Modul : Kuliah
Tauhid
Judul Materi : Bintang: We Are Not Game Over Yet
Seri Materi : Seri 26 dari
41 seri/esai
File Paper: Ada
File Audio Tidak
File Video: Tidak
Tugas: Tidak
Bintang
We Are Not Game Over Yet
Jalan hidup itu Allah yang punya. Kita hanya bisa meniti, tapi tidak bisa mengatur. Kita hanya bisa
meminta, tapi kita tidak bisa memaksa. Tapi, dengan hanya menyisakan semangat,
percaya semua kejadian ini ada Allah di baliknya, percaya bahwa Allah akan mengatur
yang terbaik, percaya bahwa Kehendak Allah itu pasti baik adanya, kemudian mau
menerima hidup ini seadanya keadaan, dan berkenan memperbaiki diri, insya Allah
segalanya berjalan sangat baik. Bahkan kita akan melihat, kehidupan di kemudian
hari adalah kemenangan buat yang percaya bahwa memang kehidupan ini milik
Allah. Berbaik-baik saja dengan-Nya, dan mulailah mendekatkan diri pada-Nya.
Yth., semua Peserta KuliahOnline, tertanggal hari ini, 29
Oktober 2008, saya akan mengikuti ujian kompre dan ujian baca kitab al Mahalli.
Ini saya ikuti sebagai syarat kelengkapan kelulusan meraih gelar sarjana satu
(S1) di UIN.
Semalam saya berhadapan dengan buku-buku yang sebisa mungkin
saya baca untuk tambahan persiapan ujian-ujian pagi ini. Kitab Hasyiataani,
atau yang lebih dikenal dengan al Mahalli (Kitab Fiqh), pun saya usahakan baca,
khususnya bab-bab yang akan diujikan.
Dalam pada itu, pikiran saya juga tertuju pada
saudara-saudara semua: Peserta KuliahOnline. Saya tidak mau libur lagi, he he
he. Kecuali memang ketika saya memang sengaja men-jeda. Seperti beberapa waktu
yang lalu, saya jeda dengan meminta semua peserta melihat-lihat kolom-kolom
lain di Wisatahti.com. Saya menjeda perkuliahan, untuk memberi kesempatan dan
mendorong saudara peserta semua untuk menjelajahi isi web. Khususnya kolom
interaksi sms dan artikel lepas.
Jadi, semalam, ketika saya selesai menelaah buku dan kitab
yang akan diujikan, saya mencoba berakrab-akrab dengan komputer. Tapi masya
Allah, di pondok ada sedikit masalah. Masalah rumah pembina, rumah asaatidz.
Pesantren menyewa satu rumah yang cukup besar, untuk
dijadikan rumah-rumah tempat tinggal para ustadznya. Disewalah ini rumah selama
3 tahun. Tahu-tahu, belum lagi genap setengah tahun rumah ini disewa, sudah ada
yang mendatangi untuk dikosongkan. Sebab katanya udah dijual. Kebetulan saya
sedang belajar Hukum Perikatan. Belajar tentang Akad. Belajar tentang Bisnis
Islami. Lumayan terasa ilmu ini hidupnya di masyarakat. Perbuatan si pemilik
rumah, tentu saja tidak bisa dibenarkan. Namun, getaran hati mengatakan, mesti
ada apa-apa nih. Maksud saya, mesti si pemilik rumah sedang mengalami satu dua
hal peristiwa besar atau kesulitan dalam hidupnya, sehingga ia menempuh jalan
ini.
Wise, atau kebijakan, atau kebijaksanaan, juga adalah sesuatu
yang diperlukan dalam hidup ini, juga di dalam urusan hukum. Mirip seperti
`Umar bin Khattab yang melepas seorang pencuri sebab karena lapar, dan si
pencuri berjanji akan bertaubat. Saya panggillah si pemilik rumah. Kebetulan,
rumah dia pribadi, saya beli. Juga buat pembina/asaatidz. Jadi, rumah ini ada
dua. Satu, rumah yang saya beli, dan satu yang saya kontrak. Di dalam rumah
pribadi dia pun (yang saya beli), ada bagian rumah yang dikontrakkan. Tapi
seingat saya, saya mengajak ngobrol si pengontrak ini, bersama-sama pemilik
awalnya. Saya beritahu bahwa rumah ini sudah dibeli, dan saya persilahkan orang
tersebut meneruskan sewanya sampe tahun yang sudah ia bayar. Selanjutnya, urusannya
ke saya (ke pesantren). Dan saya pun menyatakan akan memberi kesempatan untuk
terus melanjutkan sewaannya itu kalo dia suka, kalo dia betah. Ternyata si
penyewa ini sudah sewa selama dua tahun. Dia tidak keberatan keluar, asal
diganti utuh uang sewanya. Alhamdulillah, ada mufakat. Pesantren mengembalikan
uang sewanya itu, tanpa memotong biaya beli rumah itu.
Begitulah keagungan Islam. Mengatur kehidupan ini dengan
lembut. Di dalam hukum tunangan saja, jika kita tahu seorang perempuan sudah
dilamar, tidak boleh kita melamarnya dan tidak boleh si perempuan (atau
keluarga perempuan) menerima lamaran orang lain. Sampe clear segala urusan.
Sampe segitunya Islam mengatur. Maka kemudian, ketika muncul masalah di rumah
yang satunya lagi, rumah kontrakan yang dikontrak (bukan yang dibeli), saya
berinisiatif memanggil semuanya.
Alhamdulillah, selesai. Tapi jadinya, saya tidak jadi lagi
megang komputer, he he he.
***
Saya tidur dengan meniatkan meneruskan menulis KuliahOnline
pas bangun malam. Saya punya waktu yang cukup. Sebab ujian itu jam 9 pagi.
Jarak tempuh dari pesantren sampe ke UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, sekitar
satu setengah jam. Aman dah. Jadi saya punya waktu sampe jam 07.30 untuk nulis.
Tapi masya Allah. Lagi-lagi ada kendala. Semalam istri saya
kurang sehat. Menjelang tidurnya, saya mijitin pundak dan kepala beliau, sampe
saya dan beliau, tertidur.
Begitu bangun, saya ijin sama beliau untuk shalat malam.
Saya tidak shalat di luar kamar, jaga-jaga kenapa-napa. Bukannya apa-apa, kami
punya bayi baru. Rada khawatir juga. Kasihan sama istri kalo sampe Hafidz, bayi
kami ini nangis. Kalau istri sehat sih, ga apa-apa. Ini keadaannya kurang
sehat.
Alhamdulillah, saya shalat 2 raka'at dengan tenang. Persis
selesai shalat, Haafidz nangis. Istri saya yang semalam ini datang haidhnya,
bangun. Dalam keadaan masih kurang enak badan, beliau bangun nyusuin Haafidz.
Emang luar biasa para istri nih. Saya kemudian memilih tidak menutup witir
dulu. Saya dekati Haafidz untuk kemudian saya ambil alih. Setelah Haafidz
tenang, saya shalat shubuh. Lagi-lagi saya minta maaf sama Allah, udah mah ga
witir, saya pun memilih shalat di kamar. Untuk jaga-jaga lagi. Mudah-mudahan
Allah memaklumi. Amin.
Eh, habis shalat shubuh, Haafidz nangis lagi. Komputer sudah
saya nyalakan sedari bangun awal. Mau langsung ngebut. Tapi kejeda terus...
Alhamdulillah, saya senangkan hati. Biar gimana, kan lebih penting anak ya,
ketimbang situ-situ, he he he. Maaf ya. Ya saya memilih menggendong Haafidz
dulu, menidurkannya lagi sambil saya ngajiin sebisa saya. alhamdulillah, saya
kasih tahu Haafidz dan istri, bahwa sebelum jalan ke kampus, saya harus
menaikkan satu tulisan KuliahOnline. Dua-duanya paham. Haafidz pun dengan
tenang tidur lagi, dan saya dapat menulis lagi.
Saat akan nulis itu, di layar saya, entah pegimana
ceritanya, malah muncul tulisan lama saya di satu tahunan yang lalu. Judulnya:
Bintang: We Are Not Game Over Yet. Barangkali kepencet-pencet tutsnya. Memang
saya sesekali megang komputer sambil megang Haafidz. Saya menunjukkan satu dua
hal di layar komputer sama Haafidz meski saya tahu Haafidz pasti belum ngerti
apa-apa. Yah, saya angggap ini kebetulan yang menyenangkan. Tema nya ini
tulisan, sama dengan yang mau saya tulis. Barangkali ini "hadiah"
Allah buat saya. Amin. Terima kasih ya Allah, Engkau berkenan memberikan
kemudahan bagi saya.
Peserta KuliahOnline yang dirahmati Allah, saya itu niatnya
mau nulis tentang tema-tema kedekatan diri kepada Allah, yang diawali dengan
ikhtiar untuk kembali kepada Allah dan mencari Allah. Ini adalah rangkaian
perjalanan tauhid dari yang saya pelajari. Lah koq ndilalahnya, tulisan ini
muncul. Dan tulisan ini, sudah lengkap. Saya tinggal memberi pengantar saja
kepada saudara-saudara semua. Alhamdulillah, hari ini, 29 Oktober 2008, materi
kuliah bisa diupload. Meski yang saya upload ini bukan materi baru. Tapi,
sungguh isinya amat berkesuaian. Saya sudah membacanya ulang. Alhamdulillah,
emang dia sesuai dengan yang saya inginkan.
Tulisan berjudul "Bintang: We Are Not Game Over
Yet" ini bertutur tentang perjalanan seorang anak manusia yang kembali
kepada Allah. Saya mengisahkan kisah ini, saat itu (saat tulisan ini dibuat,
web admin) sedang ada pertemuan internal pesantren ketika saya mengumumkan akan
memperbanyak waktu di pondok (cut-off jadual ceramah) dan mulai merilis kuliah
wisatahati.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai motivasi buat yang sedang
bermasalah. Dan karena tidak semua orang bermasalah, maka gunakanlah pembelajaran
ini sebagai modal memotivasi orang juga. Negeri ini butuh banyak motivasi,
begitu saya bilang di tulisan ini. Apalagi, kita-kita ini adalah manusiamanusia
yang bisa jatuh bangun, bisa di atas dan bisa di bawah. Insya Allah pelajaran
ini sebagai persiapan adanya andai hidup kita betul-betul sedang bermasalah.
Tentu saja kita meminta kepada Allah supaya hidup kita terhindar dari masalah.
Khususnya, masalah yang tidak mampu kita tangani.
Mudah-mudahan Peserta KuliahOnline bisa memetik hikmahnya.
Amin.
***
Masalah hidup itu
sunnatullah. Biarlah ia ada, asal Allah sediakan jalan keluarnya. Dan Allah,
sebagai Pemilik Kehidupan ini, terkadang membiarkan kejadian-kejadian buruk
menimpa kita, untuk sesuatu maksud di kemudian harinya. Mudah-mudahan kita
mampu menemukan segala hikmah kejadian hidup, dan diberikan kekuatan serta
kesabaran menghadapi semua ujian hidup ini.
Ga kebayang kalo saya akhirnya bisa sampe Ujian Akhir, he he
he. Pagi ini, sebentar lagi, saya akan segera menutup komputer untuk segera
bersiap-siap ke kampus untuk ujian. Ya, sebagaimana saya katakan di atas, hari
ini, 29 Oktober 2008, saya akan ujian akhir, sebelum sidang skripsi. Mohon doanya ya.
Tahun 1999 saya di-DO. Saya mengingat sekali peristiwa ini.
Sebelum kejadian, berbilang 4 semester saya tidak daftar ulang kala itu, kalau
dhitung dari 1997. Saya ingat, 1997 saya masih sempat KKN, dan sudah menulis
satu bab mukaddimah untuk skripsi. Tapi cita-cita menyelesaikan S-1, kandas.
Karena saat itu saya sedang lari sana lari sini. Berlari dari urusan-urusan
yang membebani pundak.
Banyak hal yang saat itu kocar-kacir karena menjadi the
looser. Salah satunya ya perkuliahan. Berantakan. Berdasarkan pengalaman itu,
saya kemudian memotivasi kawan-kawan yang sedang bermasalah, untuk menghadapi
saja itu persoalan yang dihadapi. Ini justru untuk memangkas perjalanan waktu
dan tidak menyia-nyiakan masa depan. Semua kesulitan harus diakhiri. Dan salah
satu cara efektif untuk menyelesaikan semua kesulitan adalah justru dengan
menghadapinya. Ketika ombak datang, janganlah kita berlari. Sebab ombak itu
justru akan menyeret kita, menarik kita, dan menenggelamkan kita di lautan.
Sambutlah ombak itu sebagai perjalanan kemenangan. Jadilah pemenang! Be a
winner! Ketika kita sanggup menyambut ombak itu, dengan penuh ketenangan dan
persiapan tentunya, kelak kita justru akan berada di atas ombak, dan bisa
mengendalikan ombak itu. Itulah kesejatian menghadapi masalah.
Saat itu saya
termasuk yang lari sana lari sini. Akhirnya saya menyerah di balik sel. 2 tahun
saya menjalani hidup yang jauh dari matahari, mulai dari lari sana lari sini,
hingga tertahan di "kamar sempit". Dalam perjalanan 2 tahun itu,
banyak yang termakan. Tentu tidak ada yang harus saya sesali. Sekian waktu saya
kumpulkan energi lagi, akhirnya ketika saya dapati, ya saya songsong.
Alhamdulillah, akhirnya memang saya "kalah". Tapi saya kalah hanya
untuk sementara waktu. Saya yang datang dengan bekal sangat minim, berkeinginan
sekali memenangkan hidup ini. Bekal saya adalah keyakinan. Bahwa insya Allah
hidup ini belum akan berakhir. Bekal saya meski boleh dibilang hanya tauhid
kepada Allah, tapi ini merupakan bekal sebekal-bekalnya bekal. Bekal yang
benar. Ia mampu memotivasi banyak hal dalam kehidupan saya. Bahwa Allah itu
Sangat Kuasa terhadap hidup saya dan jalan hidup saya. Saya memilih percaya
sama Allah ketimbang percaya pada nasib. Saya serahkan semua urusan kepada
Allah saja. Yang begini ini nih, ada spirit yang sama di tulisan yang menjadi
modul utama KuliahOnline hari ini: Bintang, We Are Not Game Over Yet.
Di antara secuplik kisah, ada satu cerita nih. Ketika saya
mencoba menata kembali hidup saya. Saya melihat bahwa kuliah saya berantakan.
Saya pun bismillah melangkahkan kaki ke kampus lagi. Saya tuju DP saya, Dosen
Pembimbing saya. Drs. Khaeruddin. Saya utarakan ke beliau bahwa saya ingin
kuliah lagi. Ingin menyelesaikan kuliah. Dari beliau, saya disarankan naik
langsung ke DR. Ahmad Sukardja, SH, yang saat itu menjabat Pembantu Rektor.
Berharap dapat rekomendasi.
Alih-alih dapat rekomendasi, saya malah di-DO.
"Pak, saya ijin menghadap Bapak...", begitu saya
bilang ketika sudah berhadapan dengannya, di ruangannya.
Beliau melihat saya, "Ada perlu apa? Silahkan.”
Barangkali beliau bingung, ini ada mahasiswa kecil banget,
he he he. Saya ngadep beliau yang bukan saja tinggi jabatannya di kampus, tapi
juga tinggi besar orangnya.
"Saya minta rekomendasi Bapak, supaya saya bisa daftar
ulang...".
"Kenapa emangnya...?"
Saat saat itu ga bisa jawab. Sebab terlalu panjang. Refleksi
kisah selama 2 tahun itu saya tulis di Buku Wisatahati Mencari Tuhan Yang
Hilang. Hanya, di tahun 1999, itu buku belum terbit. Saat itu saya benar-benar
ga bisa jawab. Ribet saya jawabnya. Saat itulah beliau nanya lagi: "Kenapa
minta rekomendasi?"
"Saya tidak daftar ulang 4 semester Pak.”
"Oh... Kalau begitu, itu salah Anda...,” begitu
katanya. Datar, tapi tajem. Datar, tapi dalem. Ya saya sadar, salah saya.
Makanya saya minta maaf dan minta bantuan beliau.
Belum sempat saya minta maaf, beliau sudah meneruskan,
"Pintu keluar di sebelah sana. Anda yang keluar, atau saya yang bukakan...?"
Lagi-lagi datar.
Kalimat itu begitu jelas buat saya. Artinya, ya saya tidak
dapat rekomendasi itu, dan saya malah clear di-DO.
Secuplik kisah ini, mirip-mirip nanti kisah Bintang yang
dikisahkan sebentar lagi.
Saya merasa, saya mendapatkan spirit baru. Susah payah saya
pupuk spirit saya. salah satunya di urusan kuliah. Subhaanallaah, ketika saya
tapaki lagi, kenyataannya malah di-DO.
Saudara-saudaraku, setiap orang masalah dan bebannya
berbeda-beda. Sesuai kadarnya. Bagi saya saat itu, di-DO itu berat sekali.
Seakan ini sama saja menguatkan pikiran buruk saya, bahwa dipenjara adalah
berakhirnya segala mimpi. Sekarang setelah saya keluar, terulang lagi. Saya
menghadap akan meneruskan kuliah lagi. Kemudian bermimpi akan segera ikut
sekolah calon hakim, atau menjadi Kepala KUA (he he he), kandas. Saya bingung
mau ngapain.
Saya keluar dari ruangan beliau. Cukup lama saya termenung.
Saya tidak sanggup menghidupkan motor yang saya sewa dari tukang ojek saat itu.
Bukan apa-apa. Saya tidak mau kecelakaan sebab saya banyak bengongnya ketika di
atas motor.
Saya mendadak merefleksikan ke belakang, ke hal-hal yang
menambah surut dan melemah keyakinan dan semangat saya:
# Ayah asuh saya, yang sedari kecil saya diasuhnya: KH.
Sanusi Hasan, tiba-tiba muncul di kepala saya. Teringat kalimat beliau:
"Suf, ayah punya anak kandung 7. sama Kamu, jadi 8. Ka Adi (anak beliau
yang sepantaran dengan saya, anak ke-5) sama-sama lulus SMA tahun ini. Tapi
yang keluar untuk didoakan, adalah Kamu. Supaya Kamu lulus ujian masuk IAIN
atau UI. Mudah-mudahan dah Kamu lulus". Saat itu, yang dimaksudkan dengan
didoakan, adalah didoakan di Multazam. 1992, ayah asuh itu berangkat menjadi
pembimbing haji. Kebayang kan sekarang saya mengecewakannya. Sudah mah saya
memberinya "malu", dan bahkan barangkali menyesal sudah mengasuh saya
yang malah memberinya kehinaan, sekarang malah lengkap dengan saya di-DO.
Bagaimana saya mengatakan hal ini kepada beliau, ini yang melemahkan saya.
# Ibu saya. Wuah, ibu saya ini juga kebayang-kebayang di
kepala saya. Ibu saya pernah menunjuk ke sepupu-sepupu saya. Kata beliau, koq
yang lain udah pada selesai kuliahnya, sedang saya belum? Ibu Noni, istri dari
ayah asuh saya, pun nanya pertanyaan yang sama. Saya mengingat, di tahun 1997
kalau tidak salah, saya pernah memesan satu stelan jas. Saya katakan dengan
senangnya ke beliaubeliau, bahwa nanti jas ini akan dipakai saat wisuda dan
nikah nanti. Kelak, dua-duanya ini tidak. Jas ini tidak saya pakai di dua
peristiwa yang disebut. Apalagi kemudian orang-orang tua saya mengatakan, bahwa
kebahagiaan buat hatinya adalah manakala melahirkan dan membesarkan seorang
anak, menyekolahkannya hingga selesai kuliah (wisuda maksudnya, web admin) dan
kemudian menikahkannya. Kalau saya sudah selesai kuliah, maka "tinggal
selangkah lagi" dah urusan orang tua, yakni menikahkan. Subhaanallaah,
sedih rasanya saat itu.
Pikiran-pikiran bahwa saya sudah salah memompa motivasi
diri, benar-benar menghantui. Saya katakan kepada diri saya, benarlah
orang-orang itu semua, bahwa kalau sudah gagal, ya sulit untuk bangun lagi.
Kalau sudah pernah salah jadi orang, ya seumur-umur akan menanggung kesalahan
itu. Dan masih banyak lagi pikiran-pikiran buruk menghantui.
Alhamdulillah, Allah kasih saya kesejukan hati. Entah
darimana datangnya, saya mencoba bangun, bangkit. Saya pelan-pelan memberikan
kontribusi pemikiran dan perasaan kepada diri saya sendiri. Yang kali ini
datangnya dari arah-arah dan hal-hal yang positif:
# Ga apa-apa gagal diwisuda. Nanti bikin aja sendiri
perguruan tingginya. Begitu kata saya memotivasi. Kelak, memang perguruan
tinggi yang dimaksud ini berdiri. Saya memilih bermimpi, bahwa ibu saya, ayah
asuh saya, keluarga saya, bukan datang di acar wisuda saya, tapi di acara
peresmian perguruan tinggi saya. Wuih, satu impian yang membuat saya bisa
tersenyum dan melambung tinggi. Buat saya pribadi, lebih baik bermimpi makan
keju, daripada makan singkong beneran juga engga, he he he. Kan kata orang
lebih baik makan singkong beneran daripada mimpi makan keju. Tapi ya buat saya
saat itu lebih baik demikian.
# Saya akan mengatakan kepada keluarga saya bukan saya
di-DO, tapi saya akan bilang ke mereka, bahwa saya akan banting setir untuk
jadi penulis. Dan kebetulan ayah asuh saya mencintai dunia tulis menulis,
sehingga beliau pasti akan senang.
# Saya mau mengatakan kepada keluarga saya, bahwa saya akan
mendirikan kursus ini kursus itu, dan kemudian insya Allah akan
mengembangkannya menjadi program-program diploma. Syukur-syukur akan jadi
perguruan tinggi. Pokoknya saya akan bercerita tentang "dream",
daripada cerita tentang kegagalan.
# Saya banting stir ingat satu kumpulan tulisan saya. Saya
katakan kepada diri saya, bahwa barangkali Allah telah memilih jalan hidup yang
bukan jalan hidup orang kuliahan. Saya disuruh-Nya merampungkan tulisan yang
kalau saya kuliah lagi, belum tentu sempat merampungkannya
# Saya mau nerusin saja hafalan al Qur'an saya, dan saya mau
katakan kepada ibu saya, ayah saya, ayah asuh saya, keluarga saya, bahwa saya
akan mendirikan pesantren saja. Tentu mereka akan bahagia dan mendukung. Sebab
bukankah cita-cita mereka semua adalah saya menjadi penerus buyut saya? KHM.
Mansur. Dan masih banyak lagi. Yah, begitulah saya berkomunikasi dengan diri
saya. memberikan energi yang positif kepada diri saya sendiri.
Waba'du, ini
bersesuaian dengan tulisan berikut yang disertakan ini. Kita punya hidup,
belumlah berakhir. We are not game over yet.
Ok, saudara-saudaraku sekalian, selamat mengikuti
perkuliahan hari ini. Doakan saya yang hari ini ikut ujian di kampus. Supaya
dapat A+, he he he. Sebab tanggung nih. Udah kejeda hampir 10 tahun.
Oh ya, saya mau
menjeda lagi nih perkuliahan. Sampe tgl 15 November. Saudara boleh tidak suka
dengan saya, dan mengatakan, kenapa semena-mena sih ngasih kuliahnya? He he he.
Atau kenapa males sih? Maaf ya. Bukan males. Tapi saya ingin meminta kepada
Saudara semua, membaca minimal buku saya yang berjudul Wisatahati Mencari Tuhan
Yang Hilang. Bagi yang mengaku sudah baca, baca lagi ya. Pelan-pelan. Coba
sampe tgl 15 November ke depan, baca-baca lagi buku ini.
Di tulisan berikut
ini, dan di tulisan-tulisan di buku Mencari Tuhan Yang Hilang, ada banyak
ayat-ayat al Qur'an yang berserakan. Jelajahi juga Qur'annya ya. Mudah-mudahan
dijeda bukan berarti berhenti belajar.
Jika berkenan, saya
merekomendasikan membaca buku The Miracle, sebagai basis pengantar segala
kuliah di KuliahOnline ini.
Carilah buku-buku ini di toko-toko buku terdekat di kota
Anda. He he he, terdengar seperti promosi ya? Ya biar saja. Kepentingan saya
mah udah bukan lagi kepentingan bisnis. Toh royaltinya udah saya sedekahkan ke
pesantren. Jadi, saudara-saudara yang membeli buku saya ini, itu sama saja
dengan bersedekah ke pesantren. Bilamana perlu, ya belikan orang-orang terdekat
Saudara.
`Alaa kulli haal, atas semua hal, makasih ya. Saya doakan
semuanya dalam keadaan diampuni, dijaga dan diberkahi Allah hidupnya. Amin.
***
Bintang
We
Are Not Game Over Yet
Kajian Utama:
Qs. al Hadiid: 6
Qs. ath Thalaaq: 3-5
Qs. Aali Imraan: 26, 141-142, 185
Qs. al Fath: 4
Qs. at Tahriim: 8
Qs. an Naml: 62
Qs. az Zumar: 8, 51
Qs. as Sajdah: 21
Qs. al Fajr: 21-30
Kajian Hadits:
Disesuaikan.
Kajian Doa:
Disesuaikan.
Hidup kita belumlah berakhir.
Kalau kita memang masih hidup.
Bangun. Bangkit!
Sesuatu yang terjadi, terjadilah.
Ubah masa lalu dengan menatap masa depan. Apapun yang
terjadi, kehidupan tidak berakhir di sini. Kehidupan akan terus berlangsung.
Bertaruhlah, bahwa Allah akan membantu perjuangan kita memperbaiki hidup kita.
Termasuk memperbaiki segala kesalahan kita di dunia ini.
Dan yang menjadi masalah, bukan berapa buruknya masa lalu
kita. Tapi yang menjadi masalah buat kita, adalah seberapa indah masa depan
yang akan kita bangun. Selama kita masih hidup, itu tanda bahwa Allah masih
memberi kita kesempatan mengubah apa yang mau kita ubah. Bersama-Nya. Bersama
Allah Yang Maha Mengubah Keadaan.
Assalaamu'alaikum warohmatuwloohi wabarokaatuh.
Awloohumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa
aalihi washohbihii ajma'iin walhamdulillaahi robbil 'aalamiin.
Sekarang Saatnya Kembali Kepada Allah.
Tidak Ada Yang Tidak Mungkin Bagi Allah.
"Alam ya-ni lilladziina aamanuu an takhsya-a quluubuhum li
dzikrillaahi wa maa nazala minal haqqi, apakah belum tiba saatnya bagi
orang-orang yang beriman untuk membuat hati mereka tunduk mengingat Allah? Dan
untuk tunduk terhadap apa-apa yang diturunkan dari kebenaran al Qur'an?"
(Qs. al Hadiid: 16).
Jamaah yang dicintai Allah. Kita harus ambil bahagian
sebagai orang-orang yang bisa memotivasi bangsa ini dan diri kita sendiri.
Jangan sampai terjadi de-motivasi di bangsa kita, apalagi di diri kita.
Kalau kita lihat sekeliling kita, cukup banyak orang-orang
yang putus asa di negeri ini. Banyak orangorang yang kehilangan motivasi dan
spirit dalam menjalani hidup ini. Sebagiannya sebab mereka menghadapi masalah
hidup yang harusnya tidak menjadikan mereka lemah. Masalah hidup, semestinya
mengantarkan "para penikmatnya" untuk kembali kepada Allah.
Koq saya menyebutnya para penikmatnya? Ya, permasalahan
hidup kalo dinikmati, malah menyenangkan. Makanya, harusnya, ya dinikmati.
Saya diajarkan oleh kehidupan ini: Berterimakasihlah sebab
kita diberi masalah. Sebab kita akan menjadi kuat, kita akan menjadi belajar,
dan karunia Allah biasanya akan datang lebih banyak lagi ketika sebelum
bermasalah. Asal syaratnya: Sabar, Ikhlas, Syukur.
"Wa mal lam yasykur 'alaa na'maa-ii...
siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku... wa lam yashbir 'alaa balaa-ii...
dan tidak bersabar di setiap ujian-Ku... wa lam yardhoo bi qodhoo-ii... dan
tidak ridha atas Ketetapan-Ku... falyakhruj min tahti samaa-ii...
keluarlah dari langit-Ku... wal yathlub robban siwaa-ii... dan carilah Tuhan selain
diri-Ku." (Hadits Qudsi)
Dan berterimakasihlah diberi masalah oleh Allah. Banyak yang
sesat justru ketika mereka tidak bermasalah, hidup enak, nyaman, tiada
rintangan. Lalu Allah beri masalah, hingga mereka ingat kelalaiannya,
kesalahannya, kealpaannya.
Saya pribadi, benar-benar thanks to Allah. Berterima kasih
diberi-Nya masalah. Perjalanan waktu mengajarkan saya sebuah hikmah yang luar
biasa, yang sudah saya tuangkan di dalam buku-buku saya, di antaranya Mencari
Tuhan Yang Hilang. Dengan masalah, sisi spiritual saya "lebih hidup",
setelah sebelumnya "tidak terlalu hidup" untuk tidak mengatakan sudah
"separuh mati". Bahkan, dengan Allah anugerahkan masalah, betullah
kenyataan yang saya saat ini nikmati, Allah menghadiahkan bisnis yang halal
buat saya, Allah hadiahkan jalan dakwah buat saya, dan Allah berikan saya
keluarga dan jamaah yang menyenangkan. Itu semua adalah buah dari perjalanan
masalah yang orang-orang lebih sering mengeluhkannya ketimbang mensyukurinya.
Dan bisa dibilang Majelis Wisatahati dan Kuliah Wisatahati
pun berawal dari masalah. Perjalanan masalah saya pribadi, dan perjalanan
masalah-masalah para jamaah yang datang konseling ke majelis Wisatahati,
melahirkan modul-modul Kuliah Wisatahati ini.
Bintang:
Perjalanan Kehidupan Berbuah Hikmah
Kisah Bintang, kisah
yang menjadi pembelajaran di dalam Pengantar Kuliah Wisatahati ini,
mudah-mudahan berhasil membangun Motivasi & Spirit kita semua yang
mengikutinya. We're not game over yet,
begitu saya sering bertutur, yang kemudian dijadikan judul dari bahagian modul
perkuliahan Wisatahati. Kisah Bintang ini sudah memotivasi diri saya sendiri,
bahwa hidup belumlah berakhir seperti yang kita bayangkan, andai kita masih
diberi-Nya karunia untuk hidup. Bagi merekamereka yang bermasalah, kadang tanpa
mereka sadari, kehidupan baru justru baru saja mereka mulai! Ada kekuatan di
balik permasalahan yang Allah hidangkan dalam hidup kita.
Dan saya mengisahkan kisah Bintang, untuk mengajarkan kepada
diri saya, bahwa tidak ada kata terlambat untuk memohon bantuan dan pertolongan
Allah. Allah teramat Kuasa. Jika ada sesuatu yang kita sebut tidak mungkin,
maka kata-kata tersebut tidak berlaku untuk Allah.
Terutama saya mengisahkan kisah Bintang ini sebagai
pelajaran buat saya, untuk segera bertaubat, seraya memohon ampun dan
melayangkan doa kepada-Nya. Agar bukan saja hidup kita senang dan selamat di
dunia ini, tapi juga senang dan selamat di negeri akhir.
Sementara itu, banyak di antara kita yang barangkali sedang
tidak bermasalah. Alhamdulillah kalo begitu mah. Tapi jangan sampai ternyata
keadaannya itu bukanlah keadaan yang sesungguhnya. Artinya, hidupnya sih memang
tidak bermasalah, tapi ternyata sebab Allah belum menjatuhkan keputusan-Nya.
Padahal hidupnya sendiri bermasalah. Maka mudah-mudahan kisah ini menjadi
pelajaran agar betul-betul selamat kita sebab menjadi orang-orang yang
senantiasa ingat dan mau terus memperbaiki diri.
Sedikit saya mengingatkan diri saya, bahwa jika masih senang
mencari rizki haram, masih merasa harus menempuh cara-cara yang tidak disukai
Allah dalam mencari rizki, itu tandanya diri berada dalam keputusasaan juga.
Seolah kita tiada iman yang mengajarkan bahwa Allah lah Yang Memberi Rizki
hingga menyebabkan kita "putus asa", dan mencari rizki bukan dari
jalannya Allah.
Dan bila diri kita sedang tidak bermasalah, lalu diseru
kembali kepada Allah, terima, perhatikan. Kalau perlu, dengar, dan taati,
sami'naa wa atho'naa. Sebab siapa tahu, kita-kita yang tidak bermasalah inilah
sesungguhnya yang lebih membutuhkan nasihat ini, ketimbang mereka yang
bermasalah.
Di setiap penulisan buku, di setiap kajian agama, di setiap
penuturan kisah-kisah hikmah, dan ketika merumuskan modul-modul perkuliahan
Wisatahati, saya usahakan saya sendiri ikut belajar. Sebab diri ini belumlah
selesai perjalanan hidupnya. Kepengen sekali di saat berakhirnya hidup, Allah
sudah mengampuni segala dosa.
Jamaah yang dicintai Allah. Di tengah kehidupan yang banyak
permasalahan dan keinginan, atau bahkan di tengah kemungkinan-kemungkinan yang
mungkin saja terjadi, isyu tentang "Kembali Kepada Allah", harus
senantiasa disuarakan terus oleh siapa saja. Kasihan diri kita kalau sampe jauh
dari Allah.
Do'a Kesayangan Saya, Hadiah Dari Ibu.
Untuk Mengubah Keadaan
Jamaah sekalian, sebelum saya kisahkan kisah Bintang, saya
mengingat doa berikut ini. Doa yang diajarkan oleh ibu saya, Ibu Humrif'ah Binti
Hajjah Rafi'ah Binti KH. Mohammad Mansur Kampung Sawah Jembatan Lima. Doa ini
sangat membantu saya. Doa ini diberi ibu saya ketika saya dilihatnya sedang
menangisi hidup ini, merasa susah dan sempit nafas oleh sesaknya persoalan
dunia yang harusnya tidak menyesakkan batin.
Saya teringat doa ini sebab saya mengingat Anda jamaah
sekalian. Saya menyayangi Anda semua. Siapa tahu di antara Anda ada yang
membutuhkan doa ini, sebagaimana ketika ibu saya menghampiri saya dan
menuliskan doa ini untuk saya:
Awloohumma yaa Fattaahu...
Yaa Awlooh, Yaa Fattaahu... Yang Maha Membuka. Membuka apa
saja. Termasuk membuka kesempatan bagi diri kita untuk memperbaiki diri dan
membuka harapan di tengah keputusasaan kita, bahwa hidup masih bisa diperbaiki,
serta urusan masih bisa dan insya Allah bisa diselesaikan. Kusebut asma-Mu,
agar Engkau membukakan segala pintu yang bersesuaian untukku. Termasuk pula
kumohonkan agar Engkau membukakan pintu maaf-Mu, pintu ampunan-Mu, untukku,
untuk orang-orang tuaku, untuk istriku dan orang tuanya, untuk anak-anakku dan
keturunan-keturunannya, untuk keluargaku, dan untuk segenap orang-orang yang
kucintai.
Yaa Rozzaaqu...
Wahai Yang Maha
Memberikanku rizki.
Yaa Muhawwilal haali..
Wahai Yang Maha
Mengubah Keadaan.
Hawwil haalanaa ilaa ahsanil haali.
Ubah keadaan kami yaa
Awlooh, kepada keadaan yang lebih baik lagi.
Demikianlah jamaah sekalian. Saya bacakan salah satu doa
kesayangan saya ini, agar juga menjadi doa yang mengiringi ta'lim kita.
Senantiasa kita mohonkan ridho dari Allah di segala langkah kita, dan memohon
agar segala aktifitas kita dicatat-Nya sebagai amal saleh dan ibadah untuk-Nya.
Mengalir pahala dan kebaikannya untuk kita, keluarga kita, dan anak-anak
keturunan kita.
Cahaya Lampu Yang Melemah
Baiklah jamaah sekalian. Saya mulakan sedikit kisah tentang
Bintang ini, sebut saja begitu. Bintang, 40 tahunan, adalah seorang laki-laki,
seorang ayah, yang kepayahan ekonomi dan rumah tangganya. Bintang merasa
hidupnya semakin gelap dan tidak menentu. Dia di ambang perasaan bahwa hidupnya
akan segera berakhir, atau malah ia merasa ia ingin saja segera mengakhiri
hidupnya.
Biasa, beban kehidupan memang bisa membuat seseorang
kepengen saja rasanya mengakhiri hidupnya. Bunuh diri, seakan menjadi jawaban
yang menyelesaikan semua perkara dunia. Rasa malu, rasa takut, hina, tidak
punya harapan, dan masih banyak lagi kekhawatiran-kekhawatiran akan keburukan
demi keburukan, melekat di hati dan di pikiran.
Orang-orang seperti Bintang seakan-akan tegar, tapi lemah. Sungguh
lemah. Dan bertambah lemah apabila ia mengingat keburukannya menghantam kanan
kirinya. Ia jaminkan rumah mertuanya. Ia jual tanah orang tuanya. Ia pinjam
surat kendaraan besannya. Ia pakai nama kawannya untuk pinjaman ke bank. Para
tetangga yang tidak bisa ia kembalikan dananya. Deretan ini menambah lemah
Bintang. Ya, Bintang merasa hidupnya akan segera game over, tamat. Ibarat lampu
digital, cahayanya melemah. 100, 90, 80, 70... terus turun... 60, 50, 40, 30...
Berdoa Untuk Ketentraman Hati
Berdoa Untuk Ketenangan Hati
Di posisi cahaya tinggal 30 ini Bintang
"berkenalan" dengan Doa.
Salah seorang kawannya menasihati dia tentang kekuatan doa:
"Bintang,
berdoalah. Berdoa bisa mengubah segalanya. Minimal doa akan menentramkan hati.
Kita mengadu pada manusia saja yang kita anggap bisa membantu, insya Allah
sudah akan membahagiakan hati, apalagi kalau kita mengadu pada Allah. Manusia
belum tentu mau membantu. Tapi kalau Allah sudah pasti mau membantu. Sebab
Allah sendiri yang menjanjikan, DIA akan mengabulkan siapa yang berdoa, dan DIA
akan menolong siapa yang meminta pertolongan-Nya".
Bintang meyakinkan dirinya, benarkah? Benarkah nasihat
kawannya ini? Benarkah Allah akan membantunya bila ia berdoa? Apa iya dia yang
merasa dosanya banyak, lalu doanya akan didengar Allah?
Bintang rupanya termasuk orang-orang yang payah dalam
meyakini kekuatan doa. Pun payah meyakini Kekuasaan Allah. Yang dihitungnya
selalu hitung-hitungan matematis manusia. Berikut ini suara-suara di dalam hati
dan pikirannya:
- Tidak akan bangkit.
- Tidak akan sanggup
membayar hutang.
- Rumah mertuanya
bakal disita.
- Keikhlasan orang
tuanya menyediakan tanahnya untuk dijual, sia-sia.
- Akan game over
Itulah suara yang menang, yang ia biarkan muncul menguasai
dirinya. Jelas itu adalah sederetan kalimat-kalimat lemah yang ia suarakan
sendiri sehingga seakan-akan hidupnya betul-betul sudah tidak memiliki
kemampuan apa-apa, dan akan segera berkahir!
Belum lagi tambahan dari terbayangnya wajah-wajah seram para
penagih, wajah-wajah memelasnya para istri dari orang-orang yang namanya ia
pakai untuk meminjam ke bank. Wuah, komplit.
Wajar juga kalo Bintang merasa dirinya bakal game over. Kita
pun belum tentu kuat jika berada di dalam posisi Bintang.
Kita-kita, dengan ragam persoalan hidup kita masing-masing,
kadang suara putus asa pun muncul dari dalam diri kita. Yang belum berjodoh, terus saja ia mengipasi diri kita; ga akan
punya jodoh, sulit berjodoh, nasibnya jelek, dsb. Buat yang berpenyakitan; tidak akan sembuh, sulit sembuh, ga
bakalan sembuh, mending mati saja daripada ngerepotin, dsb. Yang belum kerja; sulit dapat
pekerjaan, kudu ada ijazah, kudu ada koneksi, sulit kalau tidak ada kenalan
orang dalem, sulit kalo ga pake pelicin, susah dapet pekerjaan yang bener, dsb.
Yang belum punya rumah; jangan
ngimpi punya rumah, ga mungkin punya rumah, ga bakalannya bisa memiliki rumah
yang layak, turunan susah ya susah, sulit kalo ga ada gaji gede mah, dsb. Yang belum punya anak; sudah nasib saya
ga punya rumah, ga bakalan bisa, sebab udah lebih dari 8 tahun sih, mandul,
dsb.
Bila kita pelihara suara-suara melemahkan ini, niscaya hidup
kita akan semakin lemah saja. Lemah tak berdaya, hingga berujung pada putus
asa. Maka, jangan biarkan suara ini muncul. Lawan. Lawan dengan iman dan
semangat. Lawan dengan keyakinan dan doa.
Di posisi seperti inilah Bintang berkenalan dengan doa.
Berkenalan dengan Kuasa dan Kebesaran Allah. Dan memang Allah jugalah yang
menancapkan keimanan ke dalam hati hamba-hamba-Nya yang lemah. Memberikan
taufik dan hidayah-Nya, sehingga berangsur-angsur Bintang percaya dengan
kekuatan doa dan percaya akan Kuasa Allah.
Allah membuat perjalanan waktu kemudian ikut juga
mengajarkan, bahwa Allah itu ADA. Dan Bintang mau mencoba meyakinkan dirinya
sendiri, bahwa datang kepada Allah
adalah jawaban buat segala masalah yang sedang dihadapinya.
Tidak peduli Seberapa Besarnya Masalah Kita,
Allah Sanggup Mengatasinya.
Jamaah yang dicintai Allah. Bintang benar. Berdoa berarti
percaya kepada Yang Kuasa. Kalau kita memasrahkan kepada Yang Kuasa, terhadap
persoalan berat yang kita hadapi, insya Allah DIA akan mengurus
permasalahan-permasalahan kita.
"... Wa mayyatawakkal 'alawloohi fahuwa hasbuh...
Dan barangsiapa yang memasrahkan urusannya kepada Allah, niscaya Allah yang
akan mencukupkannya.."
(Qs. ath Thalaaq: 3)
Bintang mau meyakini, kalau Allah sudah berkenan, maka
segala sesuatu bisa saja terjadi. Terjadi bukan karena perasaan manusia.
Terjadi bukan karena apa yang dipikirkan. Dan terjadi bukan karena apa yang
diusahakan manusia. Tapi terjadi karena Allah menghendaki itu terjadi.
"Innamaa amruhuu idzaa arooda syai-an ay
yaquula lahuu kun fayakuun. Sesungguhnya urusan-Nya jika DIA menghendaki
sesuatu, cukup bagi-Nya mengatakan Kun, Fayakuun. Jadi, maka jadilah."
(Qs. Yaasiin: 82)
Dan bukankah Allah sendiri yang bilang, bahwa DIA tidak
memiliki batas,
"Innahuu `alaa kulli syai-in qodiir,
sesungguhnya DIA Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. `Aali Imraan: 26)
Bintang pun memproses permohonannya. Dia mendekatkan dirinya
pada Allah. Di saat situasinya memang menurut sebagian orang tidak lagi bakal
selamat. Ya, ketika di awal memohon pertolongan Allah, keadaannya Bintang,
memprihatinkan. Tapi alhamdulillah ketenangan Allah masukkan ke dalam hatinya
Bintang. Allah berikan kesejukan batin yang luar biasa buat hati Bintang
sehingga ia menjadi tegar menghadapi hidup ini.
"Huwalladzii anzalassakiinata fii quluubil
mu'miniina... Dialah Allah yang menurunkan ketenangan di hati orang-orang
yang beriman, yang percaya kepada Allah... liyazdaaduu
iimaanamma'a iimaanihim.. supaya bertambah-tambah imannya..."
(Qs. al Fath: 4)
Maka benarlah kiranya ungkapan ini Cukuplah ketenangan
mestinya hadir ke dalam hati mereka yang beriman dengan melihat ayat berikut
ini:
"Wa mayyattaqillaaha yaj'al lahuu makhrojaa...
dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, memelihara dirinya dari apa yang
Allah tidak suka, maka Allah akan berikan baginya jalan keluar... wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib...
dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tiada ia duga... wa mayyatawakkal 'alawlooh... dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah... fahuwa hasbuh... maka Allah akan mencukupkannya. Innawlooha baalighu amrihi....
sesungguhnya Allah menguasai segala sesuatu... qod ja'alawloohu likulli syai-in qodroo. Allah membuat segala
sesuatu itu ada ukurannya."
(Qs. Ath Thalaaq: 2-3)
Bintang memulai babak baru lagi dalam hidupnya. Babak menikmati
perjalanan doa, menikmati perjalanan memelihara diri yang biasa kita sebut
taqwa, dan menikmati perjalanan pertaubatannya. Lihatlah janji Allah berikut
ini yang kemudian dinikmati oleh Bintang:
"... Wa may-yattaqillaaha... Sesiapa yang
bertaqwa... yaj'allahuu mi amrihii
yusroo... Allah akan menjadikan kemudahan baginya di setiap urusannya.”
(Qs. ath Thalaaq: 4).
"Wa may-yataqillaaha... Sesiapa yang
bertawa... yukaffir 'anhu sayyi-aatihi...
Allah akan hapuskan kesalahan-kesalahannya... wa yu'dzim lahuu ajroo... dan Allah akan lipat gandakan pahala
baginya."
(Qs. ath Thalaaq: 5)
Dalam pada itu, ketika manusia bertaubat, Allah berjanji
akan menghapus kesalahannya, memperbaiki hidupnya, serta menyempurnakan segala
nikmat-Nya dengan ampunan-Nya. Benarlah juga ungkapan yang mengatakan, cukuplah
awal untuk memperbaki kehidupan adalah dengan melakukan pertaubatan.
"Yaa ayyuhalladziina aamanuu... wahai
orang-orang yang beriman... tuubuu
ilawloohi taubatan nashuuhaa.... bertaubatlah kamu kepada Allah dengan
sebenarbenarnya pertaubatan... 'asaa
robbukum ayyukaffiro 'ankum sayyi-aatikum... mudah-mudahan Allah Tuhanmu
memperbaiki segala kesalahan-kesalahanmu... wayudkhilakum jannaatin tajrii min tahtihal anhaar.... dan
memasukkan kamu semua ke dalam surga-Nya yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai... yauma laa
yukhzillaahunnabiyya waladziina aamanuu ma'ahuu... pada hari di mana Allah
tidak akan mempermalukan para nabi dan orang-orang yang bersamanya... nuuruhum yas'aa baina aydiihim wa
biaymaanihim... cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka... yaquuluuna robbanaa atmim
lanaa nuuronaa... mereka berkata wahai Tuhan kami sempurnakanlah untuk kami
cahaya kami... waghfirlanaa... dan
ampunilah kami... innaka 'alaa kulli
syai-in qodiiir... sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu."
(Qs. at Tahriim: 8).
Allah, Tuhan Yang Memberi Harapan
Mestinya Kita Rindu Pada-Nya
Setelah perkenalannya dengan doa dan Kekuasaan Allah,
sesuatu merayap dalam hatinya Bintang. Sesuatu yang membesarkan hatinya.
Sesuatu yang tiba-tiba saja sanggup membuat dia merasa hidupnya masih punya
harapan. Allah memang Maha Memberi Harapan. Sedikit saja harapan Allah
bentangkan bagi hamba-Nya, maka harapan itu akan "menghidupkannya"
kembali.
"Ammayyujiibul mudhthorro idzaa da'aahu...
siapa yang menghilangkan kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya... wa yaksyifussuu-a... dan siapa yang
menghilangkan kesusahan apabila ia berdoa kepada-Nya...?"
(Qs. an Naml: 62)
Bintang disergap kerinduan yang mendalam kepada Allah.
Jamaah yang dicintai Allah. Ada seseorang yang mengalami
kesusahan sebab Allah mempergilirkan kesusahan itu sebagai ujian hidup. Tapi
tidak sedikit manusia yang susah sebab ia mengundang sendiri kesusahan itu
datang ke dalam kehidupannya. Bintang termasuk yang mengundang sendiri
kesusahan tersebut. Alhamdulillah kesadaran Allah bersitkan di hatinya.
"Fa ashoobahum sayyi-aatu maa kasabuu...
Maka mereka ditimpa akibat buruk perbuatan buruk mereka sendiri... walladziina dzolamuu min haa-ulaa-i
sayushiibuhum sayyi-aatu maa kasabuu... dan orang-orang yang zalim di
antara mereka akan ditimpa akibat dari apa yang mereka usahakan... wa maa hum bimu'jiziin... dan mereka
sekali-kali tidak akan bisa melepaskan diri."
(Qs. az Zumar: 51)
Dan tiba-tiba saja terbentang lembaran-lembaran dari
hari-hari yang sudah dia jalani. Dia melihat dengan jelas, shalat tiada
tertegak dengan baik. Tertegak qaamuu
kusaalaa, tertegak seperti orang malas. Shalat seadanya, dengan sikap tidak
sempurna. Masjid, mushalla, jarang dia datangi untuk shalat berjamaah. Untuk
shalat sunnah? Wuih, betul-betul jarang dia lakukan. Bintang terus melihat
dirinya. Ta'lim-ta'lim, dengan alasan sibuk tiada waktu, jarang ia hadiri. Batinnya
benar-benar kosong dari Allah. Kesuksesan sedikit yang sudah Allah berikan,
sudah melalaikannya dari Allah.
"Ah, Allah sudah saya nomor sekiankan. Kayaknya
kesusahan saya adalah panggilan Allah bagi saya agar saya kembali
pada-Nya," begitu kata Bintang pada dirinya sendiri.
"Walanudziiqannahum minal 'adzaabil adnaa
duunal adzaabil akbari la'allahum yarji'uun, Kami timpakan sebagian akibat
buruk yang manusia lakukan sebelum siksaan yang sebenarnya datang, tidak lain
agar mereka kembali."
(Qs. as Sajdah: 21)
Bintang ikhlas dengan keadaannya. Bintang ikhlas menerima
kesusahannya. Dengan mantab, ia ambil wudhu sebagai permulaan, dan ia tegakkan
shalat sunnah taubat. Ia bertaubat kepada Allah dari seluruh dosa yang sudah ia
buat. Ia bertaubat kepada Allah. Ia bertaubat sudah pernah berburuk sangka
kepada-Nya. Ia bertaubat pernah mengutuk Allah, tanpa dia sadari. Ia bertaubat
pernah tidak ikhlas menerima dirinya bisa ditipu sana ditipu sini, hingga ia
hancur. Ia pun bertaubat pernah punya perasaan jelek kepada Allah: Mengapa
katanya, jika Allah ada, koq tidak menjaga diri-Nya? Dan membiarkan orang zalim
bisa berlenggang menzalimi manusia yang lain termasuk dirinya?
Dengan sebab kesadarannya, Bintang bertaubat. Ia mengakui
bahwa sesungguhnya ia sendiri yang sudah tidak bersyukur pada-Nya. Akhirnya ya
wajar Allah tarik segala nikmat dari-Nya.
Kembali Kepada Allah
Bintang kembali pada Allah. Dan memang seharusnyalah kita
kembali kepada Allah sebelum terlambat. Kesusahan dunia saja sudah membuat kita
menjadi susah, apalagi nanti kesusahan akhirat. Jamaah sekalian, mari kita
lihat firman Allah di Surah al Fajr. Setelah Allah menceritakan tentang
kehancuran ummat-ummat sebelum kita, dan sebab-sebabnya, lalu di ujung akhir
surah, Allah mengatakan seperti ini:
"Kallaa... jangan sampe telat
bertaubat... idzaa dukkatil ardhu dakkan
dakkaa... apabila bumi digoncangkan berturut-turut... wa jaa-a robbuka wal malaku shoffan shoffaa... dan datanglah
Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris...
wa jii-a yaumaidzim bijahannama.. dan pada hari itu diperlihatkan neraka
jahannam... yaumaidziy yatadzakkarul
insaanu... dan pada hari itu teringatlah manusia akan apa-apa yang telah ia
perbuat selama di dunia... wa annaa
lahudz dzikroo... akan tetapi tidaklah berguna lagi itu semua bagi manusia. yaquulu yaa-laitanii qoddamtu lihayaatii...
dan dia mengatakan alangkah baiknya kiranya jika aku dahulu mengerjakan amal
saleh untuk hidup yang sekarang ini.
fayaumaidzil laa yu'adzdzibu 'adzaabahuu ahad... pada hari itu tiada
seorangpun yang menyiksa seperti siksaan-Nya."
(Qs. al Fajr: 21-26)
Itulah jamaah sekalian, Allah mengingatkan kita untuk segera
kembali kepada Allah. Supaya kita tidak sempat melihat neraka. Na'udzu billaah
tsumma na'udzu billaah. Jangankan masuk neraka. Kalau bisa, melihat neraka pun
jangan. Untuk itu, marilah jamaah semua, kita bersama-sama saling mengingatkan
agar menyegerakan diri kembali kepada Allah. Supaya kita kembali dalam keadaan
yang Allah sudah ridho kepada kita:
"Yaa-ayyatuhannafsul muth-mainnah...
wahai jiwa-jiwa yang tenang.. irji'ii
ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah... kembalilah pada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya... fadkhulii
fii 'ibaadii... masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku... wadkhulii jannatii... dan masuklah ke
dalam surga-Ku.
(Qs. al Fajr: 27-30)
Bila Kita Istiqamah, Allah Pasti Menolong
Kalau Sudah Ditolong, Jangan Lupakan Yang Menolong
Bintang susah, lalu dia ingat kepada Allah. Bintang kemudian
kembali kepada Allah, dan memperdengarkan semua keluhannya kepada Allah.
Alhamdulillah. Demikian jugalah kita berdoa semoga kita adalah orang-orang yang
bisa kembali kepada Allah.
Dan jamaah yang dicintai Allah, kita pun kadang berada di
posisi Bintang seperti ini. Maka tidak bosan saya mengingat diri saya, dan
jamaah semua, bahwa doa kita semua didengar Allah. Kalau kita kembali pada
Allah, dan memohon pertolongan-Nya, niscaya DIA akan mendengar dan mendengar
terus permohonan dan keluh kesah kita. Namun, ketika semua badai telah berlalu,
janganlah kita melupakan Allah lagi. Kalau kita melupakan Allah setelah
ditolong-Nya, berat untuk kita untuk menjadi hamba-Nya yang diingat-Nya lagi.
Dengarlah wahai hatiku, wahai diriku, dan juga Anda semua
para jamaah sekalian. Dengarlah ayat Allah berikut ini:
"Wa idzaa massal insaanu dhurrun... dan
jika manusia ditimpakan kesulitan... da'aa
robbahuu muniiban ilaihi... dia akan berdoa kepada Allah seraya bertaubat
kepada-Nya... tsumma idzaa khowwalahuu
ni'matan minhu nasiya maa kaana yad'uu ilaihi min qoblu... tapi kemudian
jika sudah diberikan nikmat-Nya kembali, dia lupa bahwa dia pernah berdoa
sebelumnya..."
(Qs. az Zumar: 8)
Kita berlindung, mudah-mudahan Allah senantiasa menjadikan
kita sebagai hamba-Nya yang ingat pada-Nya, dan bersyukur. Ingat dan bersyukur,
dengan menjadikan diri kita tidak lagi gampang berbuat maksiat dan enteng untuk
beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Kita pun berdoa semoga keistiqamahan
Allah berikan kepada kita.
Menjadi sulit kita istiqamah -- lurus, lempeng -- jika kita
hanya ingat pada kesenangan saja. Tapi khususnya bagi Bintang dan orang-orang
seperti Bintang, yang pernah tahu bagaimana rasanya jadi orang susah, tentu
kalau ingat kondisi ini, akan berusaha menjadi orang-orang yang selalu dijaga
dan ditolong-Nya. Insya Allah amin.
Titik Balik Yang Penuh Ujian
Jamaah yang dicintai Allah, hari-hari berikutnya Bintang
hanya fokus kepada Allah. Ia memasrahkan segalanya. Ia tahu, bahwa ia bakalan
game over. Tapi kali ini ia songsong "kematiannya", seperti prajurit
Allah yang kepengen syahid di jalan-Nya.
Kejadian ini terjadi ketika lampu digital itu, berada di
titik 30. Begitu kira-kira yang disampaikan di atas. Bahwa, ibarat lampu
digital, cahaya kehidupan Bintang turun drastis. Dari angka 100, ke 90, 80, 70,
60, 50, 40, hingga ke titik 30. di titik 30 inilah Bintang da'aa robbahuu muniiban
ilaihi, Bintang menyeru Allah dan kembali pada-Nya.
Inilah titik baliknya Bintang.
Secara teori, cahaya lampu itu akan naik kembali, seiring
dengan kembalinya Bintang kepada Allah, Tuhannya. Dari titik 30, naik jadi 40,
50, 60, 70, 80. 90, hingga terus ke titik 100.
Begitukah yang terjadi...?
Mestinya. Tapi tunggu dulu!
"Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa
ya'lamillaahul ladziina jaahaduu minkum wa ya'lamash shoobiriin, Apakah
kalian mengira akan masuk surga? Sedang belum nyata bagi Allah bahwa kita
adalah orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dan belum nyata bagi Allah bahwa
kita adalah termasuk orang-orang yang sabar."
(Qs. Aali Imraan: 142)
Ya. Tunggu dulu. Secara teori sih harusnya titik balik
Bintang di titik 30 itu mestinya menjadi starting poin untuk dia naik lagi
posisi kehidupannya. Tapi apa boleh buat. Yang terjadi ternyata tidak begitu.
Cahayanya malah makin melemah... 30, 20, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1...
dan... 0. Akhirnya malah "Game" beneran.
Rumahnya disita. Mending kali kalo rumahnya sendiri. Ini
rumah yang disita adalah rumah mertuanya hingga maaf, membuat mertuanya
menyumpahi dia tiada henti. Jangan lagi ditanya ruko yang disewanya, yang
memang sudah lama tidak diisi sebab tidak lagi beroperasi. Jangan tanya mobil
dan motor yang memang juga sudah lama tidak lagi ada di garasinya. Semuanya
habis. Bahkan Bintang mendekam beberapa saat di sel polisi. Diperkarakan oleh
satu dari sekian lawannya.
Istri dan anak-anaknya? Berantakan.
Apakah Bintang putus asa? Namanya juga manusia, Bintang
limbung. Sesaat ia seperti kembali ke titik nadir. Perjumpaannya dengan Allah,
dan kembalinya dia kepada Allah, seakan-akan percuma. Dia merasa, seperti yang
suka disuarakan juga oleh orang-orang yang lemah imannya dan tidak bertauhid
yang baik, bahwa Allah ternyata tidak mendengar. Doa sudah dipanjatkan, tapi
kenapa kehidupan tetap berakhir buruk?
Dan Bintang menemukan keadaan dia ini, ketika dia sudah
berada di dalam sel. Rupanya ini memang titik balik. Tapi titik balik yang
penuh dengan ujian.
Allah Tidak Akan Membiarkan Hamba-Nya
Sendirian Dalam Menjalani Ujian Kehidupan
Allah memang senantiasa menguji hamba-Nya. Tapi Allah tidak
akan membiarkan hamba-hambaNya sendirian dalam menjalani ujian hidup ini. Allah
akan selalu menemani. Kitanya saja yang perlu mengenali bahwa Allah begitu
dekat dalam kehidupan kita. Dia akan selalu memperhatikan kita, menjaga kita,
dan menyayangi kita..
Di dalam sel, hampir saja ia meratapi keadaannya
berlama-lama. Tapi untunglah Allah memberinya pelajaran. Sebuah pelajaran yang
mengajarkan bahwa Bintang masih hidup. Dan kalau masih hidup, Bintang masih
bisa mengubah keadaan hidupnya.
Dengan cara apa Allah mengajarkan Bintang?
Dengan kematian.
Kematian bagaimana?
Allah menolong Bintang. Kawan satu selnya, ada yang mati.
Mati di sel, di mana Bintang berada satu kamar dengannya. Ia melihat proses
kematian kawannya ini, hingga kemudian dikeluarkan dari sel.
Bintang histeris dalam kesunyiannya. Ia tidak bisa bicara.
Ia tertegun. Ia adalah Bintang. Bukan kawannya yang mati tersebut. Bintang
terguncang kesadarannya untuk kesekian kalinya, bahwa ia tidak pantas meratap,
tidak pantas cengeng. Sebabnya apa? Sebabnya ya itu, Bintang masih hidup!
"Kullu nafsin dzaa-iqatul maut...
tiap-tiap jiwa akan merasakan mati... wa
innamaa tuwaffauna ujuurokum yaumal qiyaamah... dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu... faman
zuhziha 'aninnaari wa udkhilaljannata... maka barangsiapa yang dijauhkan
dari neraka dan dimasukka ke dalam surga... faqod faaza... maka sungguh dia telah beruntung... wamalhayaatuddunyaa illaa mataa'ul ghuruur...
dunia ini tidak lain adalah kesenangan yang menipu."
(Qs. Aali Imraan: 185)
Jamaah sekalian, Bintang meresapi kata per kata firman Allah
ini. Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Sedangkan dia masih hidup. Dia telah
bertaubat dan kembali kepada Allah. Bila pun dia mati, Bintang paham, tentu
Allah akan menyempurnakan pahala dan kebaikannya di hari akhir. Siapa tahu bisa
membebaskan dia dari api neraka yang apinya ia pernah nyalakan dengan
maksiatnya di dunia.
Lalu, jika neraka dijauhkan, alias dengan bangkrutnya ini
dia selamat dan bisa bertaubat kepada Allah, sungguhpun secara dunia ga bisa
naik lagi, sesungguhnya Bintang harus merasa faaza, merasa beruntung. Bukanlah
benar kata Allah? Bahwa dunia ini hanya kesenangan yang menipu. Buat apa dia
naik lagi derajat kehidupannya, kalau kemudian dunia menipunya kembali dan
menghempaskannya ke neraka?
Allah yang mengajarkan manusia dengan ilmu-Nya. Subhaanaka
laa `ilma lanaa illaa maa `allamtanaa innaka antal `aliimul hakiim, Maha Suci Engkau. Tidak ada ilmu buat kami
kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Bintang selamat, karena Allah yang
menghendaki keselamatan itu...
Di hati Bintang, ayat Allah berikut: "Am
hasibannaasu ay-yutrokuu ay-yaquulu aamannaa wahum laa yuftanuun",
berbunyi. Bahwa kata Allah mereka yang mengatakan iman, akan diuji terlebih
dahulu. Bintang mengamini. Allah menguji kepulangannya dulu ke Allah. Bintang
memaklumi bahwa Allah menguji dulu kembalinya dia ke Allah. Hitung-hitung mengasah
imannya, bahwa setelah nanti kesulitan terlewati, dia akan menjadi individu
yang penuh syukur. Apalagi Bintang menyadari bahwa inilah barangkali tempaan
juga bagi dirinya di mana Allah menghendaki dirinya masuk surga beneran. Kelak
ketika kematian menjadi haknya. Yakni tempaan kesabaran. Dan ia yakini, bahwa
bukan saja ia akan menjadi orang-orang yang bersyukur dengan tidak lagi gampang
melakukan kesalahan, namun juga akan berusaha melakukan kebaikan, sebagai
bentuk jihad di jalan Allah. Malah kalau perlu ia akan gunakan kesempatan demi
kesempatan yang Allah berikan, untuk berdakwah dan menyiarkan agamanya Allah.
Hingga nyatalah ayat berikut ini juga di hati Bintang:
"Am hasibtum an tadkhulul jannata wa lammaa
ya'lamillaahul ladziina jaahaduu minkum wa ya'lamash shoobiriin, Apakah
kalian mengira akan masuk surga? Sedang belum nyata bagi Allah bahwa kita
adalah orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dan belum nyata bagi Allah bahwa
kita adalah termasuk orang-orang yang sabar."
(Qs. Aali Imraan: 142)
Charge Your Life!
We Are Not Game Over yet!
Jamaah yang dicintai Allah, akhirnya Bintang memang tahu, sebenernya his life isn't game over yet. Entahlah,
apa Bahasa Inggrisnya ini bener, he he he. Tapi rasanya mah bener. Maksudnya, hidupnya belonan
game over. Bintang masih hidup. Akhirnya ia berprasangka sangat positif
kepada Allah, bahwa memang amalnya tidak mencukupi untuk mengangkat cahaya
lampunya. Akhirnya ia meneruskan riyadhahnya.
Keanehan terjadi lagi. Sesuatu merayap kembali dalam
batinnya. Memenuhi rongga-rongga hati dan pikirannya. Tiba-tiba lagi Bintang
menjadi bersemangat menjalani hidupnya. Hidupku bukan berakhir di sini! Begitu
teriakan batinnya.
Luar biasa. Jamaah sekalian, mestinya kita begini. Hidup ini
terlalu singkat kalau kita isi dengan keluhan dan keluhan. Ketidakberdayaan
adalah ciptaan kita sendiri. Kalau kita bersandar kepada Allah, dengan
penyandaran yang sempurna, maka kita akan kuat. Kita akan tabah. Kita akan
sabar. Bahkan mungkin, secara bercanda, kita akan menikmati seluruh penderitaan
kita, sebagai bayaran dari pengkhianatan kepada Allah saja. Nanti, kalau sudah
impas, maka kehidupan akan berjalan normal kembali. Mengeluh, akan menghalangi
karunia Allah datang kepada kita. Dan memang, mengeluh, akan membuat perjalanan
kesusahan kita akan terasa semakin panjang saja.
Lebih baik kita suarakan pelan kalimat ini. Pelan. Tapi
hunjamkan sedalam-dalamnya di hati: "Hidup
kita belum berakhir. Angkatlah dagu kita. Tatap masa depan dengan penuh
semangat. Lihatlah, akan selalu ada pertolongan Allah yang kita butuhkan.
Subhaanawlooh!"
Jangan Surut, Jangan berhenti.
Teruskan. Perjalanan Belum Usai.
Jamaah sekalian, kelihatannya pertaubatan Bintang tidak
berhasil membawanya keluar dari kesulitan ya? Buktinya dia habis. Habis
segala-galanya.
Benarkah demikian?
Kita lihat saja apa yang terjadi kemudian dengan Bintang.
Sebelum saya menceritakan terus kisah Bintang, di episode
setelah pertaubatannya yang kelihatannya "tidak membuahkan hasil",
kita pahami dulu satu hal: Bahwa apapun butuh perjalanan. Butuh proses. Dan
perjalanan itu, proses itu, termasuk perjalanan pertaubatan, dan proses menuju
sukses dunia akhirat, perlu kesabaran dan keyakinan. Tinggal kemudian apakah
Bintang bisa menyabari dirinya dan tetap yakin Allah pasti akan menolongnya?
Tergantung. Yakni tergantung Bintang sendiri. Apakah perjalanan ini akan ia
teruskan atau berhenti sampai di sini. Jika Bintang berhenti sampai di sini,
maka langkahnya akan benar-benar berhenti. Sedangkan langkah kita tidak akan
pernah berhenti, hingga kemudian maut yang benar-benar menghentikan langkah
kita. Selamanya.
Maka, bila keadaan seperti Bintang ini yang kita hadapi,
bahwa ketika kita kembali kepada Allah, atau sedang meniti jalan-Nya, justru
kualitas hidup kita makin menurun, bersabarlah. Barangkali Allah memang benar
sedang menguji kita.
Atau kemungkinan lain?
Yakni bahwa Allah hendak membersihkan kita:
"Walayumahhishowloohul ladziina aamanuu...
agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman..."
(Qs. Aali Imraan: 141)
Wallahu a'lam. Ga tahu. Hanya Allah Yang Tahu.
Kehidupan Akhirat Yang Lebih Kekal
Harus Lebih Kita Pikirkan Ketimbang Kehidupan Dunia
Waba'du, betapapun hidup di dunia ini tidak boleh kita
sulit, dan boleh kita meminta agar Allah mencabut kesulitan dunia kita, namun,
agaknya kita harus paham, kehidupan akhirat yang lebih kekal itu yang harus
kita lebih pikirkan. Insya Allah ini lebih menentramkan. Hingga akhirnya kita
bisa mengatakan dengan penuh ketawadhuan kepada Allah:
"Ya Allah, andai
kesulitan ini justru akan meringankan dosa kami, maka kami ridha ya Allah.
Daripada masih ada yang Engkau tunda dari hukuman kami. Ya Allah, andai segala
kesusahan yang kami hadapi ini menjadi penebus segala kesusahan kami di hari
kiamat, maka biarlah kesusahan ini kami terima. Berikanlah ampunan dan maaf-Mu
untuk kami sebab kami sabar menerima segala ketetapan-Mu".
Subhaanallah, indah betul jika kita bisa menyuarakan kalimat
ini.
Bagaimana Nasib Bintang Selanjutnya?
Bukan Bangkit dari Titik 30
Tapi Bangkit Dari Titik 0!
Jamaah sekalian, yang mudah-mudahan Allah jaga supaya tidak
terjadi de-motivasi dalam kehidupan ini. Sejatinya, kita bisa memulai dari mana
kita mau memulai. Tidak perduli di posisi apapun, perubahan itu bisa dimulai.
Kebangkitan itu bisa dimulai. Dan ketika kita mau mengubah hidup ini, dan
memulai untuk bangkit kembali, lakukan bersama Allah dan RasulNya.
Di kisah pertengahan tadi, kita rupanya menganggap titik
balik Bintang adalah di angka 30. Begini, sudah diibaratkan di atas, bahwa
ibarat lampu digital, kehidupan Bintang terus meredup. Dari 100, hingga ke
titik 30. Di titik 30 inilah Bintang sadar, dan kembali kepada Allah. Di titik
30 ini pula Bintang memulai segala riyadhahnya untuk menembus langit. Segala
upaya ia lakukan untuk bisa memulihkan stamina dan kehidupannya. Tapi apa daya,
redupnya cahaya itu hanya sebentar ia rasakan, hingga kemudian ia tidak bisa
menahan untuk terus dan terus meredup... 30, 20, 10, 9, 8, 7, 6, 5... hingga
kemudian mencapai titik terendah yaitu 0.
Ketika Bintang berposisi 0, ia merasa sudah tamat.
Diceritakan bahwa Allah memang Maha Menjaga dan Memberi
Pengajaran. Allah jaga imannya Bintang. Allah jaga harapannya Bintang. Yakni
dengan Allah memberi pengajaran buatnya. Kawan satu selnya ada yang mati. Dan
ini yang membuat Bintang sadar bahwa dirinya sesungguhnya belum mati. Kalau
belum mati, berarti belum tamat pengertian tamat yang sebenarnya.
Bintang sadar. Titik baliknya bukan di 30! Tapi di 0! Maka
perjalanan pun ia lanjutkan. Subhaanawlooh!
Bintang memulai kembali riyadhahnya. Dan alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, Dia Yang Maha Mengangkat dan Meninggikan. Dia juga Yang
Maha Memuliakan dan Maha Menghinakan. Bintang merasa bahwa cahayanya yang sudah
di titik 0, mulai merayap naik. Pelan, tapi pasti: 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5....
1, 2, 3, 4, 5... 10, 20, 30....
Bintang kemudian keluar dari selnya. Ia bebas. Di dalam sel,
ketika menjadi tahanan, ia berupaya keras mendekatkan diri kepada Allah. Dan
ketika sudah keluar, ia tidak mau kehilangan Allah lagi.
Di dalam penderitaannya, Bintang belajar, bahwa kedamaian
dan ketenangan, lebih dari segala apa di dunia ini. Dan kedamaian serta
ketenangan itu bisa didapat dengan menjaga dan menyuburkan iman, dan hidup
dalam kebersyukuran. Wajar dulu ia kehilangan kedamaian dan ketenangan. Sebab
hilang iman dan syukurnya.
Bintang Keluar Sebagai Pemenang
Begitu keluar dari sel, ia keluar sebagai Bintang "yang
baru". Penuh semangat, percaya diri, dan ikhlas. Dan kemudian ia mendapati
dirinya sebagai pemenang!
Bintang melangkah dulu ke orang tuanya, minta restu. Ia
kemudian melangkah ke istri dan anakanaknya. Meminta mereka ikut bersamanya.
Bersama membangun kembali ekonomi keluarga.
Bintang memulai kehidupannya dengan menjadi penjual bensin
eceran. Kecil-kecilan.
Semua telah hilang, tapi ia merasa berkah. Diganti sama
Allah dengan karunia iman. Dan ia relatif lebih bahagia.
Itulah cerita seorang Bintang, kira-kira 10 tahun yang lalu.
Kini Bintang gagah banget. Pom bensin, atau SPBU, ia punya.
Ditambah beberapa waralaba minimarket yang dikelola istrinya. Proyek-proyek
lain yang sifatnya dadakan pun kerap ia terima, yang menambah pundi
perbendaaraan rizki dari Allah. Allah memang Maha Besar. Jalan rizki memang
Allah yang punya. Bukan manusia. Masa depan pun Allah yang punya. Buan manusia.
Segala puji buat Allah. Titik
0 baginya, bukan titik habis. Tapi ternyata justru momentum buat bangkit lagi.
Innawlooha Ma'anaa.
Sesungguhnya Allah
Selalu Bersama Kita.
Jamaah sekalian. Di ujung Kuliah Pengantar kita, saya ingin
berseru kepada diri saya, dan kepada Anda semua yang saya cintai karena Allah:
Sisakan semangat, bahwa hidup masih bisa ditata. Sisakan semangat bahwa hidup
belum berakhir. Dan sisakan semangat, bahwa Allah masih bersama kita, dan tetap
akan bersama kita. Innallaah ma'anaa,
sesungguhnya Allah bersama kita. Ini yang harus selalu disuarakan di hati
kita.
Sampai jumpa di semua modul Kuliah Wisatahati. Semoga Allah
membukakan segala pintu pertolongan-Nya buat kita semua. Dan kepada Allah juga
segala hikmah dan ilmu, serta iman dan keyakinan, kita mintakan. Mohon maaf
atas segala kesalahan. Tiada ilmu kecuali adalah apa yang Allah ajarkan kepada
kita semua. Kebenaran adalah datangnya dari Allah. Kesalahan adalah asalnya
dari diri yang penuh khilaf ini.
Walhamdulillaahi robbil 'aalamiin.
Wassalaamu'alaikum warohmatuwloohi wabarokaatuh.
No comments:
Post a Comment